Rabu, 02 Juni 2010

BADAK PAMALANG

BADAK PAMALANG

Badak Pamalang adalah putera Perebu Munding Malati dan Putri Geulis Aci Malati. Perebu Munding Malati adalah kakak (sepupu) Kasep Munding Sanggawati, Putra Mahkota Pajajaran yang berangkat mengembara ketika Badak Pamalang masih dikandung ibunya dan berusia satu bulan dalam kandungan. Ketika Badak Pamalang lahir, ia memperlihatkan kelainan-kelainan yang ajaib. Pertama, ia tidak dilahirkan dengan adanya darah dan cairan lainnya. Kedua, dia sangat mulus dan tampan. Ketiga , ia tidak memiliki pusar.
Pada usia tiga hari secara ajaib ia menjerit-jerit minta diberi nama. Ibunya, Geulis Aci Malati berturut-turut memberinya nama Perebu Kalang Kidang, kemudian Perebu Geulang Rarang. Ia tetap saja menangis. Demikian juga ketika diberi nama Perebu Sanggawaruling oleh dukun beranak.
Ayahanda Perebu Munding Malati mungkin karena kesal dan marah, mengambil bayi yang belum bernama itu, lalu menendangnya jauh-jauh. Begitu kuat tendangannya, hingga bayi itu melayang di angkasa, kemudian meluncur jatuh dan tersangkut di ranting setangkai kembang cempaka warna.
Dari kahiangan, yaitu dari Gedung Sanghyang Nunggal turunlah nenenda mengambil bayi dan menimangnya sambil menyanyi. Lagu yang dinyanyikan berisi nasihat-nasihat, diantaranya tentang bilangan tahun, windu, bulan dan hari. Hari yang jumlahnya tujuh harus disatukan, manunggal pada diri sang bayi. Di samping itu nenenda mengharapkan bayi menjadi seorang pemberani, jadi lalaki langit lalanang jagat dan memberinya nama BADAK PAMALANG. Mendengar nama yang diberikan oleh nenenda dari kayangan itu, bayi yang tidak berhenti menangis itupun diamlah, lalu tidur nyenyak ditangkai bunga campaka warna.
Tersebutlah seekor elang raksasa yang tak berbulu mencari makanan ke tempat litu. Elang ini adalah binatang peliharaan Demang Patih Naga Bali seorang bangsawan dari negeri Nusa bali. Elang datang ke sana mencari makan, karena binatng-binatang di Nusa bali sendiri sudah habis dilahap dirinya dan anaknya. Ia datang ke sana dengan maksud mencari makanan, binatang atau bahkan manusia, karena oleh majikannya ia diizinkan memakan manusia, asal bukan warga Nusa Bali. Badak Pamalang yang masih bayi itu ditemukan, lalu diambil dan dibawa ke Nusa bali, disana diberikan kepada anak elang itu. Maka sembilan bulan Badak Pamalang hidup di dalam perut anak elang.
Pada suatu kali ia keluar melalui dubur anak elang yang mati karenanya. Iapun berhasil membunuh induknya.
Karena sarang elang itu berada pada dahan pohon beringin yang mengarah ke dalam kebun bunga, Badak Pamalang turun ke dalam kebun bunga. Ia bermain-main di kebun bunga hingga kebin bunga itu ruksak. Pemilik kebun bunga, yaitu Putri Lenggang Kancana, adiknya Demang Patih Naga bali, mencari orang yang merusak taman bunganya. Ketika ia menemukan Badak Pamalang, ia jatuh hati kepada anak kecil itu dan memungutnya serta merawatnya dengan kasih sayang.
Walaupun disembunyikan, akhirnya kehadiran Badak Pamalang diketahui dan ditemukan juga oleh Demang Patih Naga Bali. Demang Patih Naga Bali memutuskan untuk membunuh Badak Pamalang, karena ia beranggapan Badak Pamalang adalah orang asing dan akan merusak negara Nusa Bali. Maka Badak Pamalang dipukulkan pada tonggak baja. Namun bayi itu bukannya hancur, bahkan minta dibanting lagi, karena menurut pendapatnya bantingan itu kurang keras. Demang Patih Nusa Bali lalu menempanya dengan palu besi di bawah lempeng baja, alat penempanya malah hancur luluh dan badak Pamalang minta lebih keras “dipijiti”. Akhirnya Demang Patih Naga Bali lari ketakutan.
Badak Pamalang mencari ibu angkatnya, Putri Lenggang Kancana. Karena sedih, ibu angkatnya itu bunuh diri dengan menjatuhkan diri di air terjun. Badak Pamalang menemukannya, dengan bantuan “mustika anjing” yang diciptakannya sendiri. Putri Lenggang Kancana dihidupkan lagi melalui kesaktiannya, lalu mereka pulang ke Kaputren Lenggang Kancana.
Karena permintaannya, Badak pamalang diberi kawan bermain yaitu seekor ayam yang sakti yang bernama Kentri Haji Malang Dewa. Ayam ini dapat berbicara, dan dari ayam inilah Badak Pamalang mengetahui bahwa di Nusa bali ada bangsawan-bangsawan (asing) yang dipenjarakan oleh penguasa negara Nusa bali. Badak Pamalang minta diantar Kentri ke penjara itu.
Badak Pamalang menghancurkan penjara itu dan bertemu dengan Kasep Munding Sanggawati, Putera Mahkota Pajajaran yang juga pamandanya, beserta pengiring dan pembantunya, yaitu Ua Parawa Kalih, Ua Kidang Pananjung dan Jaksa gelap Nyawang, serta istrinya Lenggang Pakuan. Ketika mereka saling memperkenalkan diri, tahulah Badak Pamalng bahwa mereka bukanlah orang lain.
Penyebab Kasep Munding Sanggawati dengan para pengiringnya ditangkap dan dipenjarakan oleh raja Nusa Bali karena melanggar nasihat orang tua, yaitu tidak hormat kepada tuan rumah. Meskipun sebenarnya keberangkatan rombongan itu dalam rangka persiapan Kasep Munding Sanggawati untuk menjadi raja yang sempurna.
Karena kondisi mereka sangatlah memprihatinkan sebab selama dipenjara tidak pernah diberi makan, Badak Pamalang membebaskan dan merawat mereka dengan memberi makanan dan perlengkapan yang didapatnya dengan cara menipu. Setelah mereka pulih kembali ke keadaan semula, Badak Pamalang memerangi Demang Patih Nusa bali dan para ponggawanya yang terkenal gagah sakti, seperti Munding Rarangin dan Gajah Rarangin. Namun mereka dapat dikalahkan oleh Badak Pamalang.
Akhirnya Kasep Munding Sanggawati menjadi raja di Nusa bali dan menikah dengan putri-putri cantik saudara-saudara bekas musuhnya.


Sumber ceritra:
Ki Samid
Cisolok Sukabumi
1971

BUDAK MANYOR

Sunan Ambu, ratu kahiangan, telah berputera delapan orang. Kendati demikian, sang maha dewi pada suatu ketika memetik setangkai bunga jaksi dan daripadanya diciptakanlah dua orang anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua anak itu sangat buruk rupanya. Yang laki-laki tulang dadanya menonjol, sedang yang perempuan tulang keningnya menjorok keluar. Yang laki-laki diberi nama BUDAK MANYOR dan yang perempuan SI GENJRU, dua nama yang sesuai dengan keburukan rupa mereka.
Pada suatu ketika Sunan Ambu memanggil mereka berdua, lalu memerintahkan kepada mereka agar turun ke dunia ( Buana Panca Tengah ) dan tinggal di Babakan Nenggang di Pakuan. Di dunia mereka diperintahkan untuk hanya makan cabai dan bawang merah sebanyak-banyaknya. Keduanya melaksanakan perintah ibunya, mereka tinggal di rumah nenek dan kakek “panyumpit” ( pemburu yang dalam pekerjaanya mempergunakan alat sumpitan).
Dikisahkan di negara Kuta Haralang yang diperintah oleh Raden Patih Gajah Malang, dan dibantu oleh patihnya timbul suatu masalah. Masalah tersebut bermula pada permintaan putri Agan Aci Haralang, adik baginda yang cantik jelita yang tak mau makan dan minum. Ternyata kemudian bahwa sang putri menginginkan sesuatu, yaitu ingin menyantap daging lutung duapuluh ekor, monyet duapuluh ekor dan jaralang empatpuluh ekor. Sang putri menyatakan, bahwa kalau keinginannya itu tidak dipenuhi, niscaya ia tidak akan sembuh dari sakitnya dan nafsu makan minumnya akan tetap hilang.
Baginda gajah Malang memanggil sesepuh yang dipercaya, yaitu Lengser, untuk mendapatkan apa yang diminta sang putri. Lengser mengerahkan para pemburu ke hutan, namun tak seekorpun dari binatang-binatang yang diinginkan itu ditemukan. Akhirnya baginda teringat pada Ki Panyumpit, lalu memerintahkan Lengser untuk menemui Ki Panyumpit dengan pesan agar Ki Panyumpit mendapatkan pesanan sang putri dan tidak boleh berhampa tangan. Seperti juga Lengser dan para pemburu, Ki Panyumpit yang dibantu istrinya tidak menemukan seekor binatang pun.
Budak Manyor mendengar kesulitan ayah dan ibu pungutnya, lalu menyanggupi untuk menolong. Satu permintaannya, yaitu bahwa dari setiap jenis binatang ia meminta bahagian seekor. Ki Panyumpit menyanggupinya. Budak Manyor meminta agar kakek dan nenek Panyumpit memejamkan mata, sementara dia dengan adiknya Si Genjru berdoa kepada Sunan Ambu (ibunya) mereka memohon pertolongan. Ketika suami istri tua itu membuka mata mereka kembali, tampaklah lutung, monyet/kera dan jaralang berlompatan di dahan-dahanpohon di hutan itu. Dengan mudah Ki Panyumpit mendapatkan pesanan raja.
Namun ketika Budak Manyor menagih hadiahnya, Ki Panyumpit tidak memberinya, karena jumlah binatng yang didapat sesuai dengan pesanan. Budak Manyor tidak bersikeras untuk mendapatkannya, namun ketika Ki Panyumpit dan istrinya berangkat untuk menyampaikan pesanan raja, dengan kesaktiannya Budak Manyor memanggil tiga ekor diantara binatang-binatang itu.
Ketika pesanan dihitung di hadapan raja, Ki panyumpit dan istrinya terkejut karena jumlahnya berkurang. Raja bertanya, Ki Panyumpit dan istrinya hanya menyampaikan dugaan mereka, bahwa binatang-binatang itu diambil oleh Budak Manyor. Raja memerintahkan agar Budak Manyor dipangil.
Budak Manyor diminta menunjukan di mana binatng-binatang itu berada, akan tetapi ia menolak. Akhirnya raja marah dan menghukum Budak Manyor dan Si Genjru. Si Genjru harus menumbuk padi, sementara kakinya dirantai dengan sebuah rantai besi besar. Budak Manyor dihukum dengan berbagai hukuman. Pertama ia diperintahkan untuk membersihkan taman kerajaan: Budak Manyor menebangi segala pohon-pohon di dalam taman itu, hingga taman menjadi “bersih”  Baginda sangat murka, akan tetapi Lengser mengatakan, bahwa Budak Manyor tidak bersalah. Perintah rajalah yang tidak jelas. Kemudian raja memerintahkan agar Budak Manyor mengambil sapu sebanyak-banyaknya dari tempat menumbuk padi untuk dipergunakan dalam pekerjaan menyapu gedung kosong. Kata menyapu dalam bahasa Sunda biasa dikatakan nyapukeun (menyapu) atau nyapuan (memberi sapu). Malangnya, sang raja mempergunakan kata nyapuan. Budak Manyor bukannya membersihkan ruangan gedung kosong, melainkan mengisi gedung kosong itu dengan sapu sampai padat. Kemurkaan sang raja diluruskan oleh pendapat Lengser yang mengatakan bahwa Budak Manyor tidak bersalah. Akhirnya raja memerintahkan Budak Manyor untuk menjadi pemimpin gembala. Namun, setelah ternak dikeluarkan dari kandang, Budak Manyor justru memimpin mereka bermain-main dan bersenang-senang, hingga terjadilah kekacauan di kerajaan, karena ternak merusak sawah, ladang dan kebun orang. Akhirnya raja memutuskan bahwa Budak Manyor dihukum kubur hidup-hidup.
Tersebutlah di kerajaan lain, yaitu kerajaan Kuta Tandingan, yang memerintah adalah raja Raden Patih Dipati Layung Kumendung, yang punya adik cantik jelita, Agan Sumur Agung namanya. Kecantikan Agan Sumur Agung sangatlah terkenal, hingga berturut-turut sang putri mendapat lamaran dari raja negara Kuta Solaka yang bernama Patih Heulang Sangara, yang juga punya adik cantik jelita yang bernama Agan Raksa Kembang; kemudian dari raja Kuta Pandak yang bernama Raden geger Malela. Raja ini pun punya seorang adik putri yang rupawan, Agan sekar Malela namanya. Pelamar selanjutnya adalah Raden Patih gajah nyambung, raja dari Dayeuh Manggung Pasanggrahan Wetan. Raja ini melamar untuk putra beliau yang bernama Raden Patih Kuda Pamekas. Para pelamar tidak langsung diterima diterima lamarannya, karena putri Agan Sumur Agung mengajukan syarat, yaitu calon suaminya harus sanggup bertapa tujuh tahun di bawah pohon Kiara Jingkang  Dopang malang. Kecuali Raden Kuda Pamekas, pelamar-pelamar lain tidak sanggup memenuhi permintaan itu. Dengan demikian lamaran Raden Kuda Pamekaslah yang diterima. Yang lain terpaksa mengalah, namun dalam hati mereka bertekad bahwa pada hari perkawinan Agan Sumur Agung akan menyerangnya.
Sementara itu tersebutlah Pangeran Banyak Wide Ciung Manara Aria Rangga Sunten Prebu Ratu Galih, yang menjadi raja di Pajajaran. Putra raja yang kedua bernama Ratu Sungging Gilang Mantri,  seke senggeh Ranggalawe Aria Mangku Nagara, mendengar pula tentang kecantikan Agan Sumur Agung. Ketika Pangeran muda mohon ijin untuk pergi melamar, baginda berkeberatan melepas pangeran muda, berhubung Agan Sumur Agung telah bertunangan dengan Raden Kuda Pamekas. Namun raden sungging tidak taat kepada orang tuanya dan meloloskan diri di tengah malam dengan tekad untuk pergi melamar. Mendengar berita lolosnya pangeran, sang prabu bermuram durja dan bersabda: “Mengapa anak itu tidak mendengar nasihat orang tua ?, Niscaya ia mengalami kesulitan karena tidak mau mendengar kata-kata orang tua. Mengapa hanya mengikuti kehendak sendiri?”
Perkataan baginda terbukti jua. Raden Sungging melakukan perjalanan sukar, keluar masuk hutan. Di tepi sebuah sungai ia membuat perahu, lalu berlayar. Hujan lebat turun dan perahu itu dihanyutkan arus ke samudra luas. Raden Sungging tidak berdaya dan akhirnya pingsan.
Sunan Ambu di kahyangan mengetahui nasib putra Pajajaran tersebut, lalu memerintahkan kepada Budak Manyor untuk melakukan sesuatu, “Keluarlah anakku, engkau harus menolong putra Pajajaran yang sedang mengalami malapetaka di samudra luas. Pergilah segera, mengabdilah engkau padanya”.
Dari kuburannya Budak Manyor menembus bumi mendapatkan Raden sungging di tengah samudra. Perahu raden Sungging diseret ke pesisir dan raden Sungging diperciki air kehidupan. Raden Sungging terkejut ketika melihat Budak Manyor yang menolongnya, karena rupa Budak Manyor bukan saja buruk akan tetapi juga mengerikan. Namun setelah Budak manyor menjelaskan bahwa sebenarnya dia adalah dewata kemanusiaan yang ditugaskan menolong dan mengabdi kepada putra Pajajaran, Raden Sungging bukan saja lega, melainkan juga sangat bergembira. Segera saja Budak Manyor diminta bantuannya untuk mendapatkan Agan Sumur Agung.
Budak Manyor mencuri Agan Sumur Bandung dan membawanya ke hutan tempat Raden sungging menunggu. Ketika melihat satria yang tampan, Agan Sumur Agung mempernyaring jeritannya; Budak Manyor menyerahkan Agan Sumur Agung kepada Raden Sungging, yang disangka Sumur Agung sebagai penolongnya.
Di Kutatandingan terjadi kegemparan. Raja mengadakan sayembara, yaitu barangsiapa menemukan dan mendapatkan Agan Sumur Agung akan menjadi jodoh putri. Raja menyatakan, ia terpaksa mengadakan sayembara itu, karena tidak ada cara lain untuk menyelamatkan saudaranya itu, walapun saudaranya itu sudah dipertunangkan dengan Kuda Pamekas.
Ketika Raden Sungging dan Agan Sumur Agung datang di Kuta Tandingan, mereka disambut dengan meriah. Raden Sungging langsung dianggap pemenang saembara, dan tidak saja dinikahkan denganAgan Sumur Agung tetapi juga diangkat menjadi raja muda. Kedua peristiwa besar itu dipestakan selama tujuh hari tujuh malam.
Pesta dengan segala keramainnya terberita di kerajaan-kerajaan tetangga, seperti Kuta Salaka dan kuta Pandak. Datanglah raja-raja dan putra raja, yaitu Kuda Pamekas untuk mengajak berperang. Semua dikalahkan oleh Layung Kumendung, kakaknya Agan Sumur Agung dan oleh Budak manyor raja-raja taklukan itu berjanji untuk mengabdi.
Kemudian Budak manyor teringat akan saudara perempuannya, Si Genjru, ia mohon ijin kepada Raden Sungging untuk menjemput saudaranya itu di Kuta Haralang. Dengan kesaktiannya dibuatnya orang-orang Kuta haralang tertidur, lalu ia mengobrak-ngabrik kerajaan Kuta haralang. Segala harta kekayaan Kuta Haralang diangkut ke Kuta Tandingan, sedang yang ditinggalkannya hanyalah sebuah surat tantangan, yang diletakkan dekar raja Gajah Malang yang sedang tidur.
Sebelum kembali ke Kuta tandingan, Budak Manyor mengajak Si Genjru untuk berkunjung ke kahiangan. Di sana ia mohon kepada ibunda Sunan Ambu untuk disepuh (dilokat). Kedua bersaudara itu “dilokat” di dalam godogan timah, rajasa, kuningan, perunggu, besi, baja, perak, suasa, emas, intan, hingga mereka lebur di dalam campuran itu. Ketika mereka bangkit dari godogan, mereka menjadi satria tampan dan puteri jelita. Budak Manyor diberi nama Raden Patih Sutra kalang Panggung Aria Mangku Nagra, sedang Si Genjru diberi nama Nyimas Aci Wangi Mayang Sunda Purba ratna kembang. Setelah diberi nama, Sunan Ambu menitahkan mereka turun kembali ke Buana Panca Tengah. Setiba di Kuta Tandingan, mereka menjelaskan kepada raja bahwa mereka adalah yang semula Budak Manyor dan Si Genjru.
Aci Wangi kemudian dinikahkan dengan Raden Sungging, sedang Sutra Kalang Panggung menikah dengan Aci Haralang.
Patih dari Kuta Haralang, menemukan surat tantangan, lalu berangkat ke kuta Tandingan untuk menjawab tantangan itu. Tapi dia dikalahkan oleh Layung Kumendung, sedang raja Gajah malang yang menyusul patihnya, juga dikalahkan oleh Sutra Kalang Panggung. Setelah mereka dihidupkan kembali dari kematian, mereka berjanji untuk mengabdi.

Sumber cerita dari:
Ki Atjeng Tamadipura
Situraja Sumedang
1973

CIUNG WANARA

Penduduk Nagara Galih pakuan kebanyakan masih orang halus. Penduduk setengah manusia baru 40 pasang dan manusia baru 20 pasang.
Rajanya bernama Sang Permana Di Kusumah. Dari kedua permaisurinya yaitu Pohaci Naga Ningrum dan Dewi Pangrenyep belum mempunyai putra
Pada suatu waktu Mantri Anom Aria Kebonan, Ki Gedang Agung akan menghadap raja, tetapi raja sedang beradu. Timbullah niatnya untuk menjadi raja, setelah melihat nikmat dan enaknya menjadi raja. Ratu weruh sadurung winara (tahu sebelum kejadian), oleh karena itu segera memanggil Mantri Anom. Ratu bertanya kepada Mantri Anom tentang keinginannya itu. Mula-mula tidak mengakuinya, tetapi setelah didesak baru berterus terang.
Tak lama kemudian, Sang Permana menyerahkan negara beserta isinya. Kedua permaisurinya dititipkannya pula, hanya dengan perjanjian keduanya tidak boleh diganggunya. Sesudah serah terima kekuasaan, Mantri Anom berganti nama menjadi raden Galuh Barma Wijaya Kusumah sebagai ratu panyelang. Di hadapan raja baru, sang Permana menghilang. Ia pergi ke Gunung Padang dan menjadi pendeta di sana, dengan nama Ajar Suka Resa.
Sepeninggal Sang Perman, ratu baru menyuruh mengadakan pesta besar-besaran. Sebelumnya ia berpesan kepada Lengser agar tidak ada yang tahu bahwa ia raja baru. Kepada rakyat hendaknya disampaikan, bahwa raja telah kembali muda.
Selama di Gunung Padang, hati sang pendeta tiada tenang. Pertama karena raja Barma Wijaya mabuk kekuasaan; ia berbuat sewenang-wenang. Lain daripada itu Sang Permana belum mempunyai keturunan dari kedua permaisurinya. Ia segera bertafakur minta kepada Hyang Widi agar dari kedua permaisurinya dikaruniai anak. Tak lama kemudian terlihatlah cahaya yang kilau kemilau; sebagian turun di hulu negeri dan masuk ke dalam diri Naga Ningrum, sebagian lagi jatuh di keraton dan masuk ke dalam diri dewi Pangrenyep. Sesudah itu Naga Ningrum bermimpi melihat cahaya yang kilau kemilau. Olehnya cahaya itu diambilnya, lalu dikandungnya dengan cinde wulung. Begitu bangun ia merasa susah sekali. Atas anjuran pendeta itu, Naga Ningrum memberitahukan mimpinya kepada raja, bahwa baik Dewi pangrenyep maupun Naga ningrum akan mempunyai putra laki-laki. Ratu tidak percaya akan keterangan Naga Ningrum. Ia ingin bertanya langsung dengan pendeta itu. Maka diutusnya Lengser untuk memanggil pendeta tersebut.
Setelah Lengser pergi, kepada Naga Ningrum raja menyuruh mengandung bokor kancana, dan kepada Dewi Pangrenyep menyruh mengandung kuali kancana, seolah-olah mereka sedang mengandung tujuh bulan.
Pendeta tahu akan kedatangan Lengser. Pendeta bersedia dipanggil raja, tetapi akan datang kemudian. Hanya dititipkannya kepada Lengser: bunga melati sebungkus, kunir sesolor dan bunga putih sepotong. Menerima pemberian itu raja sangat marah.
Pendeta, merubah dirinya menjadi kakek-kakek, berangkatlah ia dengan maksud menghadap raja. Di hadapan raja ia berkata, bahwa dari kedua permaisuri itu akan dilahirkan putra laki-laki. Mendengar itu raja semakin marah. Perut pendeta ditusuknya dengan Curiga/keris, tetapi tidak mempan. Bahkan keris itu menjadi pendek (mengkerut). Raja bertambah marah, dianggapnya pendeta melawan raja. Pendeta lalu ditantangnya. Dijelaskan oleh pendeta bahwa ia tidak bermaksud menantang raja. Apabila memang raja menghendaki ia mati, ia rela melaksanakannya. Pendeta lalu tunduk, mengeluarkan sukmanya di depan raja. Kemudian jasadnya dilemparkan, berubah menjadi Naga Wiru, lalu bertapa.
Karena kandungan kedua permaisuri itu semakin besar, maka kuali dan bokor kancana jatuh. Keduanya dilemparkan, jatuh di tanak Kawali dan Padang.
Dengan ditolong oleh dukun beranak Nini Marga Sari, Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra laki-laki. Oleh ratu anak itu diberi nama Aria banga. Selanjutnya diadakan pesta, memetakan anak yang baru lahir.
Pada suatu hari raja dicarikan kutu di rambutnya oleh Naga Ningrum. Karena nikmatnya raja tertidur di pangkuan naga Ningrum. Sukma pendeta masuk ke dalam kandungan Naga Ningrum. Anak itu berkata, bahwa raja terlalu kejam. Pendeta Gunung Padang tidak berdosa, oleh karena itu pembalasan kepada raja akan datang pada suatu waktu. Begitu bangun raja menuduh Naga Ningrum atau Lengser mengatakan kalimat itu. Kedua orang yang dituduh itu memungkirinya. Ketika ditanyakan kepada para bupati, para mantri dan ahli nujum, ada seorang mantri yaitu Banyak Lumanglang yang mencoba menerangkannya. Dikatakannya bahwa kejadian itu baik dan buruk. Yang lain, yaitu Yaksa Mayuta memberikan keterangan bahwa yang mengucapkan itu adalah bayi dalam kandungan Naga Ningrum, dan ucapan itu akan membawa akibat buruk pada raja. Mendengar keterangan itu, raja menyatakan, bahwa ia tidak lagi mempunyai hubungan apa pun dengan Naga Ningrum, dan jika anak itu lahir, tidak akan diakuinya sebagai anak. Kepada Dewi pangrenyep raja berpesan supaya pada waktu Naga ningrummelahirkan mata dan telinganya harus ditutup dengan malam panas. Anaknya supaya ditempatkan dalam kandaga, lalu dihanyutkan ke sungai Citanduy.
Untuk membantu kelahiran Naga Ningrum, ia menyuruh dua orang emban yaitu Sangklong Larang dan Timbak Larang mencari dukun beranak. Tetapi dukun beranak tidak diperolehnya. Hal itu diberitahukan kepada dewi pangrenyep. Dewi Pangrenyep segera datang di tempat Naga Ningrum. Ditolongnya Naga Ningrum melahirkan, lalu dilakukannya apa-apa yang diruhkan raja kepadanya.
Setelah bayi lahir, bersama sebutir telur aya, ditempatkan dalam kandaga. Tembuninya ditempatkan dalam tapisan setelah dibentuk seperti anjing. Sesudah itu Dewi Pangrenyep membuang bayi tersebut ke sungai Citanduy. Dengan melewati sebuah Jamban larangan dan Ciawi Tali, sampailah kandaga itu disapu angin, dan tersangkut disana.
Kandaga terlihat oleh raden Himun Hidayatullah, putra Nabi Sulaeman yang sedang bertapa di bantengmati. Kemudian sungai Citanduy ditepuknya supaya banjir, dan merubah dirinya menjadi buaya putih. Kandaga lalu dijunjungnya sampai di sebelah hilir Sipatahunan.
Setelah membuang bayi, Dewi Pangrenyep mengajak Naga Ningrum membuka tapisan yang ditutupi dengan cinda kembang. Bukan main terperanjatnya Naga Ningrum, karena yang dilihatnya bukan bayi biasa, melainkan seekor anak anjing.
Sesudah raja mengetahui hal itu, disuruhnya lengser untuk membunuh Naga Ningrum, namun Lengser tak sampai hati membunuhnya, malah Naga Ningrum disuruhnya bertapa.
Setelah Lengser memberikan laporan tentang tugas “membunuh” Naga Ningrum, ia diperintahkan raja untuk mengumumkan kepada rakyat tentang akan diadakannya pesta.
Di sebelah hilir kandaga tersangkut, ada sebuah lubuk yang bernama Leuwi Sipatahunan. Di sinilah Aki dan Nini Balangantrang mmasang lukah/badodon. Karena melihat sungai itu banjir, aki dan nini Balangantrang tidak berani mengangkat lukahnya. Mereka kembali lagi ker rumahnya, kemudian mereka tidur. Nini Balangantrang bermimpi melihat matahari sambil memangku bulan. Sedangkan Aki balangantrang bermimpi melihat cahaya di dasar air sebesar buah balingo. Mereka mencoba mereka-reka makna mimpi. Karena yakin akan mendapat rizki lebih besar lagi dari lukahnya.
Mereka kembali ke sungai untuk melihat lukahnya. Tampak oleh mereka dalam lukahnya ada kandaga. Dikeluarkannya lukah itu lalu kandaga dibukanya. Pada awlanya kaget tapi kemudian mereka gembira karena setelah membuka kandaga ternyata isinya adalah seorang bayi dan sebuah telur ayam. Bayi segera dimandikan dengan air yang keluar dari celah-celah batu yang kena hentakan kaki bayi tersebut.
Pada suatu hari anak itu menyirep (membuat tidur orang lain) Aki dan Nini Balangantrang. Di kala mereka tidur, anak itu terbang ke angksa. Dari sana terlihatlah negara Galih Pakuan, dan Aria banga sedang diasuh oleh para tumenggung, dijaga oleh para bupati. Timbul rasa irinya. Ia bersama Aki dan Nini Balangantrang hidup dalam kesengsaraan. Maka diciptakanlanya sebuah kampung yang diberi nama babakan geger sunten. Setelah itu ia minta ayam jantan. Atas suruhan anak itu, Aki balangantrang mengambil telur yang ada dalam kandaga. Selanjutnya anak itu pergi ke Gunung padang untuk meminta tolong Naga Wiru menetaskan telur ayam tersebut. Kemudian anak itu minta pula bahan sumpit dan koja. Kehendaknya dilaksanakan pula oleh Aki Balangantrang
Pada suatu hari anak itu mengajak pergi berburu kpada kedua orang tua angkatnya. Di hutan di lihatnya tiga ekor ciung dan wanara (kera). Kedua jenis binatang ini tidak boleh disumpitnya. Sejak itu, anak tersebut bernama CIUNG WANARA. Ciung Wanara bertanya tentang siapa orang tua yang sebenarnya. Dijelaskan oleh Aki Balangantrang, bahwa ayah yang sebenarnya adalah Ratu Galih Pakuan, dan ibunya adalah Naganingrum
Terdengarlah berita oleh Ciung Wanara, bahwa di nagara Galih Pakuan akan diadakan sabungan ayam. Ia segera minta ijin kepada orang tua angkatnya untuk mengikuti persabungan itu.
Setibanya di pintu gerbang negara, terlihatl oleh Ciung Wanara tiga orang penjaga yaitu Aki Geleng Pangancingan, Aki Kuta Kahyangan dan Yaksa Mayuta. Ketiga penjaga itu tak bisa melihat Ciung Wanara, karena mantra-mantra yang diucapkan Ciung Wanara.
Ciung Wanara meneruskan perjalanannya . ia bertemu dengan nenek-nenek yang memelihara ayam raja. Ayam itu disabungnya, sehingga ayam raja kalah dan mati.
Sesampainya di alun-alun, ia mengubah dirinya menjadi anak hitam buncit perut. Ayamnya jadi ayam kelabu sentul. Ia bertemu dengan Guntur Sagara dan Bontot Nagara, anak Gajah Manggala, pertemuan dengan anak itu diberitahukan kepada ayahnya, Gajah Manggala. Lengser segera disuruh menangkap anak itu. Lengser tak bisa menemukannya, karena anak itu telah mengubah dirinya menjadi Bagus Lengka, seorang satria yang gagah dan tampan. Lengser tahu bahwa anak yang dicarinya itu tiada lain daripada putra Naga Ningrum yang dibuang ke Sungai Citanduy.
Di alun alun Ciung Wanara bertemu dengan Patih Purawesi dan Patih Puragading yang membawa ayam. Ayam Ciung Wanara disabungnya dengan ayam kedua patih itu. Ayam patih itu kalah dan mati oleh ayam Ciung Wanara. Kedua patih itu marah, diterkamnya Ciung Wanara, tapi Ciung Wanara menghilang.
Setelah mencari ke sana ke mari, di alun-alun Lengser bertemu dengan Ciung Wanara. Oleh Lengser ia dihadapkan kepada raja. Dikatakannya bahwa ia ingin ikut menyabung ayam. Raja menyetujuinya, dengan mempertaruhkan negara sebelahnya. Ciung Wanara mempertaruhkan nyawanya.
Pada waktunya, dimulailah pertarungan ayam Ciung Wanara dengan ayam raja. Ayam Ciung Wanara terdesak. Segera ia pergi ke tepi Cibarani, diusap ayamnya dengan air. Setelah itu ayamnya disabungkan kembali. Ayam raja kalah. Segera para bupati dan para mantri dipanggil raja, lalu raja mewariskan negara sebelah barat beserta isinya kepada Ciung Wanara. Negara bagian timur dan isinya kepada Aria Banga.
 Lama-lama Ciung Wanara sadar, ia merasa ditipu oleh raja. Apa yang diberikan raja kepadanya bukanlah warisan, melainkan taruhan menyabung ayam. Ia ingin membalas kekejaman raja dan Dewi Pangrenyep, dengan jalan memenjarakannya dalam penjara besi. Sebelumnya ia minta ijin kepada ibunya, juga kepada ayahnya. Ibu dan ayahnya merestuinya. Kala itu datanglah Batara Trusnabawa, ayah Naga Ningrum memberikan bahan penjara.
Kepada pandai besi yang bernama Ki Gendu Mayak dikemukakan maksud akan membuat penjara besi itu. Pandai besi itu bersedia membuatkan penjara besi dengan syarat memberitahu terlebih dahulu kepada Ratu Sepuh, yaitu Raden Galuh Barma Wijaya. Ketika raja bertanya tentang maksud membuat penjara, dikatakannya bahwa penjara diperuntukan orang yang berniat jahat kepada raja dan permaisurinya.
Penjara yang amat baik buatannya telah selesai, Raja dan Dewi Pangrenyep ingin melihatnya. Ketika akan melihat bagian dalamnya, Ciung Wanara membuat damar. Begitu mereka masuk, dikuncilah penjara itu dari luar oleh Ciung Wanara. Mereka terkurung dalam penjara. Ketika didengar oleh Aria Banga akan hal itu, disuruhnya para bupati, para jaksa dan para aria mengeluarkannya. Tetapi tidak berhasil, karena penjara tak bisa diangkat mereka.
Ciung Wanara bertemu dengan Aria Banga, terjadilah peperangan. Setelah delapan belas tahun berperang, sampailah di sebuah sungai, Aria Banga dilemparkan ke sebelah timur. Akan kembali menyerang tidak dapat, karena terhalang oleh sungai itu. Dikatakan oleh Aria Banga, bahwa peperangan hanya sampai disitu. Sungai itu dinamainya sungai Cipamali (tabu) berselisih dengan saudara. Mereka bersalaman. Selanjutnya Aria Banga pergi ke timur, sampailah di Majapahit. Sedangkan Ciung Wanara menuju ke barat. Sebelum berpisah ditentukanlah batas kekuasannya. Dari Cipamali ke timur bagian Aria Banga dengan nama tanah Jawa, Kejawan Kaprabon. Dari Cipamali ke barat, dengan nama Tanah Sunda, Pasundan sampai di Palembang bagian Ciung Wanara
Penjara dilemparkan oleh Ciung Wanara, jatuh di Kandang Wesi, Ciung Wanara pergi ke Pajajaran, Aria banga menuju Majapahit.

Sumber ceritera
Almanak Sunda. G.M. Pleyte
1922/1923

GANTANGAN WANGI

RADEN GANTANGAN Wangi Mangkurat Mangkunagara adalah putra Kangjeng Prabu Siliwangi, raja Pakuan Pajajaran dan rtelah dijadikan putra mahkota.
Gantangan Wangi ingin melamar Enden Cintawati, adik Raden Patih Jayanegara.
Ketika hal itu disampaikan kepada ayahandanya, ia mendapat restu, ayahandanya tidak berkeberatan apabila ia mempersunting Cintawati. Tak lama kemudian ia pergi ke negara Tilu Kuta Emas, untuk melamar Cintawati.
Lamaran Gantangan Wangi diterima. Tak lama kemudian dilangsungkan pernikahan Gantangan Wangi dengan Cintawati
Diceritakan bahwa ada sebuah negara yang bernama Kuta Nusa Balitung. Rajanya bernama Gempur Alam. Adiknya tiga orang, yakni Rangga Sakti Mandraguna, Rangga Kemasandan Andon Kancana.
Menurut dangiang nagara, supaya negara selamat sentausa. Megara harus “diparepeh” (ditumbal) oleh penganten Cintawati/Gantangan Wangi’
Rangga Sakti dan Rangga kancana ditugasi membawa Cintawati ke negara Kuta Nusa Balitung.
Setelah siap semuanya kedua kakak beradik itu berangkatlah. Sesampainya di negara Gunung Tilu Kuta Emas, Rangga Kemasan menjadikan dirinya seekor kuda, tetapi perbuatan ini diketahui Jayanagara, maka diusirnya dia. Rangga Sakti menjadikan dirinya Gantang Pakuan (kakak kandung Gantangan Wangi)
Di hadapan Jayanagara, Gantang Pakuan palsu, meminta agar Gantangan Wangi pulang dulu ke Pajajaran, karena sang ibu ingin bertemu dengannya.
Permintaan itu ditolak oleh Jayanegara, karena negara dalam keadaan genting. Hanya saja, supaya sang ibu tidak begitu kecewa, sebagai gantinya diserahkanlah menantunya, Citrawati. Tentu saja hal itu disambut gembira oleh Patih Rangga kemasan dan Rangga Sakti.
Diceritakan bahwa putra Prabu Siliwangi ada lima orang, yang sulung bernama Raden Jaka Mangundra Prabu Guru Gantangan, yang kedua prabu gantang Pakuan, yang ketiga Raden Gantang Nagara, yang keempat Gantangan Wangi dan yang kelima Raden Meumeut Raden Ameut yang sedang melakukan tapa. Yang diserahi memegang tampuk pemerintahan adalah putra yang sulung.
Cintawati meninggalkan negara Gunung Tilu Kuta Emas, telah lebih dari waktu yang ditentukan, yaitu satu bulan. Oleh karena itu Jayanegara pergi menyusulnya ke Pajajaran.
Sesampainya di Pajajaran, Jayanegara sesumbar dan menantang penduduk pajajaran, termasuk prabu siliwangi sebagai sesepuh negara. Tetapi Gantang Pakuan-lah yang dituduh telah melanggar janji yang telah disepakati bersama itu.
Gantang Pakuan cepat-cepat menemui Jayanegara yang sedang mengamuk. Dengan hati-hati ditanyakannya sebab kemarahannya itu, tetapi hal itu tidak menjadikan kemarahan Jayanegara reda. Jayanegara tetap menuduh Gantang Pakuan telah menghina dirinya dan negaranya.
Selanjutnya peperangan antara Jayanegara dengan Gantang Pakuan tak dapat dihindarkan. Berkat usaha Raden Meumeut Raden Ameut (yang telah selesai bertapa) perkelahian dapat dihentikan. Dikatakan oleh Raden Meumeut raden Ameut, bahwa siapa yang bersalah apabila ditiup olehnya akan jatuh terkapar, sebaliknya jika bersih, akan kuat kembali. Ternyata Jayanegara ketika kena tiupan lalu roboh dan tak berdaya. Jayanegara mengakui bahwa dialah yang bersalah telah menyangka orang yang belum tentu kesalahannya. Selanjutnya Jayanegara minta petunjuk kepada Raden Meumeut Raden Ameut.
Sesudah dilihatnya melalui gambar lopian, diketahuilah bahwa Cintawati sedang berada di dalam peti besi di negara Kuta Nusa balitung, dan sebentar lagi akan dijadikan parepeh/tumbal negara. Ia akan dibakar pada sebuah api unggun.
Dengan ajian halimunan, Gantang Pakuan dan Jayanegara sampai di alun-alun Pangtaruman tanpa diketahui orang. Setiap kali api dinyalakan oleh Rangga sakti dipadamkan oleh Gantang Pakuan. Keempat kelima baru api menyala, karena dibiarkan oleh Gantang Pakuan.
Gantang Pakuan dan Jayanegara masuk ketengah-tengah gundukan kayu bakar. Di sana mereka duduk, siap untuk menerima Cintawati, jika nanti dilemparkan ke atas kobaran api.
Begitu Cintawati dilemparkan, ditangkaplah oleh Gantang Pakuan. Selamatlah ia dari bahaya maut. Setelah itu mereka turun dari api unggun, tetapi mereka diketahui oleh Patih Rangga Sakti dan Patih Rangga Kemasan. Namun malang bagi kedua patih itu, segera ditangkap oleh Gantang pakuan, lalu dilemparkan ke atas api yang sedang berkobar-kobar. Rakyat yang melihat itu segera melarikan diri ke hutan, selanjutnya Gantang Pakuan menyerang Gempur Alam dan rangga Sakti serta Rangga kemasan. Ketiga-tiganya dapat ditaklukan Gantang pakuan, mereka akhirnya dijadikan tawanan.
Seterusnya raja, kedua patih serta rakyat Kuta Buana balitung menjadi punggawa Gunung Tilu Kuta Emas. Gunung Tilu Kuta Emas wilayahnya semakin luas, karena Kuta Nusa balitung disatukan menjadi wilayah Gunung Tilu Kuta Emas.
Atas kerelaan Cintawati, Andon Kancana, adik terkecil dari raja Gempur Alam dijadikan istri kedua oleh Gantangan Wangi.
Sebagai tanda gembira karena Cintawati telah kembali, negara telah aman sentosa seperti sediakala, diadakanlah pesta besar-besaran.

Sumber ceritera
Ki Asom, Pringkasap Subang
1973

KEMBANG PANYARIKAN

Ratu Kembang Panyarikan menjadi raja di negara Kutama gancang. Baginda mempunyai adik seorang putri yang sangat cantik bernama Nyi payung Agung Gelang Gading.
Ratu kembang Panyarikan mencium bau asap kemenyan yang datang dari negara Gangsal Wayang. Raja negara itu bernama Raden Aliman Sanjaya Guru Dewata, sedang mengadakan suatu kenduri besar dengan membakar kemenyan untuk mengundang para pahlawan negeri lain, yang sanggup menolongnya mendapatkan Nyi Sumur Bandung, seorang putri dari negara Kancana, adik Prabu Rangga kancana. Putri itu termimpikan oleh baginda, sehingga tergila-gila olehnya, walaupun sudah mempunyai empat orang permaisuri, yaitu: Kajaksan Sari Badaya, Nyi Sarasah Wayang, Nyi Sarasah Kembang dan Nyi Endang Tapa.
Ratu kembang Panyarikan, jempol kakinya kedutan tiga kali, waktu ditanyakan pada adiknya, mendapat jawaban bahwa itulah alamat kakandanya akan memperoleh nasib yang baik, akan tetapi harus bekerja keras. Menurut putri Gading, kakaknya itu harus mengabdi kepada putra raja Pajajaran yang mengembara ke arah timur.
Ratu Kembang Panyarikan pergi meninggalkan negaranya setelah menjajnjikan kepada adiknya, bahwa kalau sudah bertemu dengan putra raja Pajajaran dia akan mempersembahkan adiknya itu menjadi permaisuri raja.
Setelah mencari kemana-mana, akhirnya Ratu Kembang Panyarikan sampai juga ke negara Gangsal Wayang yang sedang berpesta, setelah mendapat petunjuk dari Kuda Ramemantak dan Gajah Ramementak pemilik negara Buana larang.
Ratu Kembang Panyarikan minta dihadapkan kepada raja. Pertama-tama diterima oleh permaisuri Kajaksan Sari Badaya, yang sangat bersuka cita mendengar kesanggupan Ratu Kembang Panyarikan, Kajaksan Sari Badaya yang sangat bersuka cita mendengar kesanggupan Ratu Kembang Panyarikan. Kajaksan Sari Badaya menjanjikan kedudukan penting untuk Ratu kembang Panyarikan, apabila dia berhasil memperoleh Nyi Sumur Bandung untuk dipersunting oleh suaminya.
Ratu Kembang Panyarikan setelah menghadap putri dan raja, lalu mencari negara Kuta Kancana dengan maksud akan mencuri Nyi Sumur Bandung. Waktu negara itu ditemukan, ternyata penjagaannya sangat ketat sekali. Kembang Panyarikan lalu membaca mantra halimunan, supaya tidak nampak oleh orang lain. Dengan mudah ia sampai di tempat Nyi Sumur Bandung.
Nyi Sumur Bandung dapat dibujuknya, sehingga mau berterus terang bahwa Nyi Sumur Bandung pun pernah bermimpi telah bertemu dengan seorang laki-laki rupawan.
Ratu Kembang Panyarikan diberi sepasang tektek sirih pinang oleh Nyi Sumur bandung, yang harus dilemparkan olehnya ke dalam kandungan Prabu Aria Liman Senjaya, untuk mengetahui apakah prabu itu jodohnya atau bukan.
Oleh karena menyangsikan anugrah yang akan diberikan kepadanya oleh prabu Aliman Senjaya atas jasa-jasanya maka Ratu Kembang Panyarikan memutarbalikan pesan Nyi Sumur Bandung. Ketika tektek itu dilemparkan dan masuk ke kandungan baginda, dikatakannya bahwa Nyi Sumur Bandung bukanlah jodoh Sang prabu. Hal itu menimbulkan rasa putus asa Prabu Aliman Sanjaya dan permaisuri Kajaksan Sari Badaya.
Setelah dijanjikan oleh permaisuri Kajaksan Sari Badaya bahwa dia akan diangkat sebagai wakil raja di nagara Gangsal Wayang, apabila berhasil mempersembahkan Nyi Sumur Bandung kepada baginda sehingga sembuh dari sakitnya, barulah Ratu Kembang Panyarikan berjanji pula akan mengusahakannya nanti.
Ratu Kembang Panyarikan kembali lagi ke Kuta Kancana, hampir tertangkap oleh para penjaga, lalu terbang ke mega malang.
Karena Prabu Rangga Kancana diberi tahu bahwa ada orang yang akan mencuri adiknya, maka Nyi Sumur Bandung ditaruh dalam ayunan. Tali ayunan itu diikatkan ke mega malang, dan dijaga siang malam.
Ratu Kembang Panyarikan menjelmakan dirinya sebagai seorang berpenyakitan, dan mencoba membuka tali ayunan. Waktu diketahui oleh Prabu Rangga Kancana lalu ditangkap, kemudian sewaktu ditanya ia mengaku dirinya seorang sakit, dan tak tahu bahwa yang dipegangnya seutas tali ayunan. Rangga Kancana mempercayai pengakuannya itu.
Ratu Kembang Panyarikan lalu meniupkan aji sirep, sehingga tertidurlah semua orang di negara Kuta Kancana. Nyi Sumur Bandung dibawanya ke negara Gangsal Wayang, lalu dipersembahkan kepada Prabu Aria Aliman Sanjaya Guru Dewata.
Ratu Kembang Panyarikan kemudian melawan tantangan Prabu Rangga Kancana yang datang mencari adiknya ke negara gangsal Wayang. Keduanya berkelahi, ternyata sama-sama gagah dan sakti. Yang seorang menjelma menjadi gunung, yang lainnya menjadi landak, yang seorang menjadi api, yang lainnya menjadi hujan. Begitulah seterusnya, sehingga perkelahian itu berkepanjangan, tak ada seorangpun yang kalah. Akhirnya Ratu Kembang Panyarikan mendapat akal, ia menjelmakan diri jadi seorang putri cantik, dan dapat menipu Prabu Rangga Kancana yang terpikat dan mau memperistrinya.
Setelah rahasia terbuka, Prabu Rangga kancana akhirnya mengaku kalah, lalu dibawa menghadap Prabu Aria Aliman Sanjaya untuk menyatakan takluk. Prabu Rangga Kancana diakui sebagai ipar raja, dan dijadikan patih negara Gangsal Wayang. Ratu Kembang Panyarikan sebagai pembalas jasanya diangkat sebagai raja kedua, sehingga wakil raja di negara tersebut jadi empat orang, yaitu: Ratu Kembang Panyarikan, Munding Jamparing, Pangeran Kunten Manglayang dan Rangga Kancana.
Setelah beberapa lama mengabdi, Ratu Kembang Panyarikan teringat kepada adiknya, putri Payung Agung gelang Gading, lalu dia meminta perkenan raja untuk menjemput adiknya. Setelah bertemu, ternyata Payung Agung Gelang Gading marah, karena kakaknya lupa akan janjinya, yaitu akan mempersembahkan ia kepada raja untuk dijadikan permaisuri, bahkan mendahulukan kepentingan orang lain. Karena adiknya marah, Ratu Kembang Panyarikan lalu tidur tak bangun-bangn seminggu lamanya. Setelah marah adiknya reda, dan menyatakan bersedia mengikuti kakanya, mengabdi kepada raja Aria Aliman, baru lah Ratu kembang Panyarikan terjaga. Keduanya lalu berangkat menuju negara Gangsal Wayang dengan melalui angkasa.
Setelah tiba di mega malang, tiba-tiba Payung Agung tak mau melanjutkan perjalanan, karena merasa malu akan menghadap raja, karena tak membawa oleh-oleh. Dia meminta burung puyuh yang berekor, paruhnya emas dan kakinya selaka, untuk oleh-oleh kepada raja. Karena ingin mengambil hati adiknya, ratu Kembang Panyarikan menjanjikan akan memberikannya. Adiknya di suruh menunggu di mega malang.
Ratu Kembang Panyarikan berangkat mencari burung puyuh yang kemudian diketahuinya, bahwa binatang yang dikehendaki adiknya itu adalah milik Nyi Endang Larang di negara Pamuruyan. Putri itu takut sekali terhadap laki-laki, kecuali terhadap kakanya, Raden Linglingan yang sakti dan galak.
Ratu Kembang Panyarikan berhasil mengemat burung puyuh, tetapi terlepas kembali, dan binatang itu waktu dikejar lari kepada pemiliknya, Nyi Endang Larang karena takut pada laki-laki lalu mengusir Ratu Kembang Panyarikan. Tetapi putri malah terpikat oleh Ratu Kembang panyarikan yang menyampaikan pantun dengan iringan petikan kacapi, akhirnya burung puyuh didapatkan oleh Ratu Kembang Panyarikan. Lalu diserahkan kepada adiknya yang sedang menunggu di mega malang. Akan tetapi Payung Agung tidak merasa puas hanya dengan burung puyuh itu saja. Ia pun meminta agar kakaknya mencarikan anjung-anjung wesi azimat yang beriikan kerbau hiris, kuda berbulu landak, kambing berbulu songket, kali sangkat bersayap wayang, dan capung bersyap emas. Tanpa binatang yang diminta itu, dia tidak mau melanjutkan perjalanan.
Ratu kembang Panyarikan mengalah lagi dan pergi mencari binatang yang diminta itu. Dari Kudaramementak dan gajah ramementak di negara Buana larang, yang mempunyai saudara Nyi Tunjung Larang, Ratu Kembang Panyarikan tahu bahwa azimat itu ada di negara Buana Nungcung, milik Tumenggung Rangga Walian yang sangat sakti. Putrinya yang bernama Panggung Wayang, cantik dan pandai mengobati orang sakit.
Ratu Kembang Panyarikan berpura-pura sakit, lalu dia menghadap raja untuk diobati. Dia berjanji, apabila sembuh akan mengabdi selama tiga tahun tanpa diupah. Penyakit pura-pura itu sembuh, lalu Ratu Kembang Panyarikan mengabdi selama tiga tahun. Tahun pertama menjadi tukang kebun, tetapi dia terbebas dari tugas kerja tugasnya digantikan oleh orang lain, karena banyak wanita mencintainya. Tahun kedua menjadi tukang dapur, yang pekerjaannya selalu memuaskan majikannya. Pada tahun ketiga diangkat menjadi penjaga istana. Dalam kedudukan itu dia mudah mendapatkan anjung-anjung yang dicarinya. Benda itu dengan segala isinya, bahkan isi keraton dengan putra raja yang bernama Panggung Wayang dimasukannya ke dalam anjung-anjung itu, lalu dilarikannya. Adik Kuda Ramementak pun dilarikannya pula bersama Panggung Wayang. Setelah menjemput adiknya di mega malang, Ratu Kembang Panyarikan kembali ke negara Gangsal Wayang, dan menyerahkan persembahan itu kepada Prabu Aliman Sanjaya. Permaisuri baginda bertambah tiga orang dengan putri Gelang gading, Nyi Tunjung Larang dan Panggung Wayang.
Ratu Kembang Panyarikan kemudian berperang dengan Tumenggung Rangga walian yang mencari putri dan harta benda yang dicuri dari negara Buana Nyungcung. Dalam peperangan prabu Rangga Walian dapat dikalahkan ratu Kembang Panyarikan, kemudian raja itu mengabdi kepada Prabu Aliman Sanjaya dan menjadi mertuanya.
Ratu Kembang Panyarikan lalu meninggalkan negara Gangsal Wayang untuk mencari puyuh azimat yang hilang dari tangan Nyi Sumur bandung. Sementara itu tunangan nyi Sumur bandung yang bernama pangeran Kuda gagana, ratu siluman laut yang baru selesai bertapa datang ke negara Gangsal Wayang untuk menjemput tunangannya, lalu dibawa ke negara di dasar lautan. Ratu Kembang Panyarikan mengejar Kuda gagana, lalu memeranginya, akan tetapi ratu Kembang Panyarikan kalah dan dilemparkan ke pusat negara. Di sana Ratu kembang Panarikan bertemu dengan seorang yang sama tuanya dengan dirinya, tetapi mengaku putranya, dan memanggilnya dengan sebutan bapak. Dia mengaku anak sulungnya dan bernama Gagak Mabrang. Ratu kembang Panyarikan ditolong oleh gagak Nabrang dalam mengalahkan Kuda gagana. Nyi Sumur bandung dibawanya kembali ke negara gangsal wayang dipersembahkan kepada Prabu Aliman Sanjaya, dan puyuh azimat itu pun sudah kembali kepada pemiliknya Nyi Payung Agung glang Gading.

Sumber ceritera
Ki Samal, Lebakwangi, Kuningan
1972

KUDA MALELA

Ratu Pajajaran yang bernama Prabu Sutrawangi mengembara ke negara Pasir Batang. Pawarangnya tiga orang yakni: Ratu Mas Manimbang Leuwih Kusuma Nimbang Buwana Ratu Mas Kalenglengan, Nyai Pamelawangi dan Nyai Limar Kancana. Panakawannya tiga orang: Lurah Pajajaran, Kuda Pangemban dan Gelap Nyawang. Ponggawanya empat orang: Pangeran Nagasari (kakak ipar ratu), Kuda Brajasari, Kepuh Agung Tegal Jaya, Lengser.
Pangeran Nagasari menyuruh lengser mengumpulkan orang pehumaan, bende ditabuh Lengser suaranya terdengar oleh Lurah Capelengrang, Ngabehi Kalang Patih dan sarenggelek.
Lurah dan Ngabehi mengumpulkan orang pahumaan, lalu disuruhnya menyiapkan beras, kerbau, telur untuk diserahkan kepada ratu. Setelah mereka beserta kirimannya diterima oleh Pangeran Nagasari, diadaknlah pesta.
Diceritakan bahwa KUDA MALELA baru saja pulang bertapa. Demi dilihatnya di negara Pasir Batang  orang sedang berpesta, ia turun dari mega malang. Seisi negara disirepnya (dibuat tidur). Kemudian ia makan sirih, sepahnya sebesar guling. Sepah yang besar itu dibentuk pewarang ratu yang bernama Ratu Manik. Ratu Manik yang asli dibawanya terbang ke mega malang.
Setelah semua bangun kembali, Nyi Pamelawangi menyuruh patih menyusul Ratu Manik yang dilarikan Kuda Malela. Ratu yang disertai patih dan lurah sampai di Caringin Nunggal.
Kuda Brajasari yang masih berada di Pasir batang, menyerahkan negara kepada Lengser. Kemudian ia terbang, dengan maksud yang sama yaitu menyusul Kuda malela. Didapatinya Kuda Malela sedang tidur dengan nyenyaknya di mega malang. Karena tidurnya mendengkur, Ratu Manik terbangun, segera Ratu Manik dikandung oleh Brajasari. Selanjutnya Kuda malela dibangunkan oleh Kuda Brajasari, tetapi tidak juga bangun. Maka dilemparkannya Kuda Malela, jatuh di Tegalpapak.
Kuda Brajasari pulang ke Pasirbatang. Setibanya di pasanggrahan, Ratu Manik diturunkannya. Bersama-sama dengan pawarang lainnya, Ratu Manik duduk berkumpul.
Kuda Malela masih tidur di Nunggal Datar. Setelah bulu karangnya dicabut oleh Kepuh Agung Tegal Jaya, barulah ia bangun. Ketika diraba kandungannya, ternyata Ratu Manik tidak ada. Ia marah kepada Kepuh Agung, maka terjadilah perkelahian hebat. Kepuh Agung mati dalam perkelahian itu. Pangeran nagasari datang, dan mencoba melawan Kuda Malela. Brajasari dapat dikalahkan Kuda Malela, tetapi tidak sampai mati. Putra Dalem menyuruh Kuda Pangemban mengambil bara, lalu disentuhkannya bara itu ke badan Gelap Nyawang. Gelap Nyawang teluh, hingga pada dahan Caringin Nunggal. Selanjutnya Gelap Nyawang berkelahi dengan Kuda Malela. Gelap Nyawang mati oleh tangan Kuda Malela.
Pangeran Nagasari diminta oleh pawarang untuk menghidupkan kembali para penakawan yang telah mati. Sesudah semuanya dihidupkan kembali, Pangeran Nagasari bersama-sama dengan para ponggawa pergi ke negara Tanjung Patani. Di perjalanan banyak sekali gangguan, diantaranya kamarang (tabuhan) dan ular sempat  menyerang Kuda Malela. Lurah Pajajaran dilarikan hantu kelong. Tetapi semua gangguan itu dapat dibunuh Kuda Malela dengan duhungnya (kerisnya).
Pada waktu Kuda Malela mencari air, ia menemukan sebuah gua, didalamnya didapatkan seorang ponggawa yang bernama Kuda Mangruyung. Ia berada di sana karena melarikan seorang wanita.
Terjadilah perkelahian antara Kuda Malela dan Kuda Mangruyung. Kuda malela dilempar dengan batu, tetapi batu yang dilemparkannya itu hancur berkeping-keping. Seterusnya Kuda Mangruyung menyatakan takluk kepada Kuda Malela. Diajaknya Kuda Mangruyung ke pasanggrahan. Kemudian Kuda Malela menyerahkan Nyi Langgeng Mangruyung (adik Kuda mangruyung) dan wanita yang ditemukannya di dalam gua itu kepada Prabu Sutrawangi. Dan sesampainya di paseban, diserahkannya pula Nyi Ambeng Layu Ratna Kembang kepada Ratu. Tak lama kemudian, Kuda malela diangkat menjadi Patih, Patih yang lama, yaitu Patih Nagasari pergi bertapa.
Akhirnya Prabu Sutrawangi menjadi ratu di negara Tanjung Patani. Pamarangnya menjadi lima orang, yakni: Ratu Manik Nimbang Leuwih Kusuma Nimbang Buwana ratu Mas Kalenglengan, Nyi Pamelawangi, Nyi Limar kancana, Nyi Ambeng Layu Ratna Kembang, dan Nyi lenggang Mangruyung. Nyi Marga Pakuan (adik Prabu Sutrawangi), tidak juga bersuami.
Patihnya tetap kuda malela. Ponggawanya tiga orang yaitu Kudaruyung, Kuda Brajasari dan kepuh Agung Tegal.
Ponggawa dan prajurit yang menjaga negara Tanjung patani masih banyak lagi, antara lain lurah Pajajaran yang bertindak sebagai Mandor Kemut, Kuda Pangembang dan Gelap Nyawang.
Nagara Pasirbatang diserahkan kepada Lengser untuk diurus dan dirawat.

Sumber ceritra
Naskah Museum Pusat Jakarta
Ed. K.F. Holle

LUTUNG KASARUNG

Prabu Sutra Kamasan, Prabu Lutung Kasarung Guruminda Pakanjala, putra raja Pakuan pajajaran, tinggal di Pasir Batang Karang Tengah, pergi mengembara ke arah timur untuk mencari putri kakak permaisurinya.
Prabu Ayab, raja negara Pasir Batang Gunung karang Tundak tengah pada suatu waktu bertanya kepada lima batara, yaitu Batara Sang Tuha, Batara Sang dewa, Batara Sang Tia, Batara Sang Aditia dan Batara Sang Rajuna, apakah mereka ingin menjadi raja utama. Batara yang empat menyatakan keinginan mereka, tetapi Batara Sang tuha menolak, karena menurut pendapatnya tidaklah baik kalau semua orang menjadi raja.
Kepada batara yang empat, Prabu Ayah menyuruh menangkap panah para wayang. Kalau berasil, akan menjadi raja utama. Keempatnya segera melakukan titah itu, tetapi waktu sudah dekat keempatnya terbakar, lalu menjadi satu, bernama Batara Opat. Batara Opat marah kepada Prabu Ayah, karena merasa ditipu. Tetapi prabu Ayah menyatakan, itu hanya menandakan bahwa tapa mereka belum cukup.
Batara Opat bertapa lagi, dan mencoba sekali lagi. Kali ini ia berhasil menangkap panah para wayang.
Dalem Panyumpit yang istrinya menginginkan daging, pergi ke hutan akan mencari binatang buruan, tapi tak seekorpun yang nampak olehnya. Ketika hampir putus asa ia melihat Sang Prabu Lutung Kasarung (yang berupa lutung). Ia mencoba mempergunakan sumpitnya, tetapi tidak berhasil. Prabu Lutung Kasarung menyarankan padanya agar ia mempergunakan jerat saja. Dalem Panyumpit merasa heran mendengar lutung dapat berbicara. Dilakukannya petunjuk lutung itu, setelah dapat, lalu dibawa kerumahnya.
Istri dalem Panyumpit merasa senang meskipun suaminya tidak mendapat daging yang diinginkannya, karena Lutung dapat berbicara, lalu dihadiahkannya kepada putranya yang tujuh orang.
Putrinya yang enam orang, dari yang sulung sampai yang keenam menolak hadiah itu. Mereka sangat menghina dan melecehkan lutung tersebut. Hanya puteri bungsu yang mau menerima pemberian itu. Putri bungsu bersama Lutung Kasarung tinggal di Medang Kamulan, hidu penuh sukacita.
Keenam putri melapor kepada Prabu Ayah, bahwa puteri bungsu membuat kotor saja dengan lutungnya, karena binatang itu sangat jorok. Prabu Ayah memerintahkan Sang Kuda Lengser untuk menyembelih lutung itu. Kalau baunya bacin, maka benar ia bernoda, tetapi kalau wangi, maka ia tak bersalah. Sang Kuda Lengser diberi pisau kuku macan untuk melakukan tugasnya.
Lutung Kasarung bersedia disembelih, waktu hal itu dilaksanakan oleh Kuda Lengser, tercium harum wangi, tanda tidak bernoda
Di negara Nusa galuh, Pangeran Dumalahu, ketika mendengar bahwa puteri bungsu tinggal dengan Prabu Lutung Kasarung menjadi marah, karena ia menganggap puti bungsu itu tunangannya. Ia pergi ke Medang Kamulan untuk menantang perang. Terjadi pertarungan antara prabu Lutung Kasarung dengan Pangeran Dumalahu. Dalam perkelahian itu Prabu Lutung Kasarung berubah menjadi Batara Opat yang cukup tampan. Pangeran Dumalahu kalah, dan menjadi batu lumpang.
Kemudian dilangsungkan pesta pernikahan yang meriah antara Prabu Lutung Kasarung dan Putri Bungsu. Keduanya dapat menikmati madu percintaan dengan bahagia.
Keenam saudara Putri Bungsu mendengar berita, bahwa suami adiknya sangat rupawan. Lalu datang bersama-sama, ingin melihat ketampanannya. Mereka merasa tertarik, lalu bersedia mengabdi kepada Prabu Lutung Kasarung, meski hanya sebagai pesuruh biasa saja; sebagai suruhan tukang mengambil air, mengambil daun, kayu bakar, sebagai juru masak dan sebagainya.
Ratu galuh tak mau menyatakan takluk kepada Lutung Kasarung. Dia seorang sakti. Prabu Lutung kasarung ingin mencoba kesaktiannya, lalu disuruhnya Kuda Lengser membawa telur kepada ratu Galuh untuk ditunjukan, apakah akan berupa ayam jantan atau ayam betina, bila menetas kelak. Ratu Galuh menyatakan bahwa kalau tidak jantan, mungkin betina.
Si lengser dititahkan kembali, menyertai permaisuri yang diperutnya diikatkan kelapa hijau. Kepada Ratu Galuh harus ditanyakan, apakah bayi dalam kandungan itu akan lahir wanita atau laki-laki. Ratu Galuh menujumkan, bahwa yang dikandung itu bukan laki-laki, bukan wanita, karena isinya kelapa hijau. Beberapa kali ratu Galuh dicoba dengan bermacam-macam cara.
Akhirnya keduanya berperang. Tak ada yang menang dan yang kalah, sampai datang Prabu Ayah memisahkan mereka dan melarang mereka berkelahi, karena masih bersaudara. Mereka harus mengurus negara masing-masing sebaik-baiknya.
Kemudian Sungai Cipamali dipakai sebagai batas daerahnya. Ratu Galuh tak boleh ke timur, dan seorang lagi tak boleh pergi ke barat.
Keduanya lalu bermaaf-maafan, dan berbaik laku sebagai baiknya orang bersaudara. Keduanya segera mendirikan keraton. Yang berkuasa di sebelah timur bertandakan beringin rimbun, sedang yang berkuasa di sebelah barat bertandakan pohon pakujajar. Prabu Lutung Kasarung mendirikan keratonnya dengan kesaktiannya.
Oleh ayahandanya mereka harus hidup rukun saling memberi dan saling mengasihi.

Sumber ceritera
Ki sapin, Baduy lebak
1973

Minggu, 30 Mei 2010

LUTUNG LEUTIK


Raden Bungsu Karmajaya Undakan Munding Kalangsari adalah bangsawan Pakuan Pajajaran, mimpi bertemu dengan seorang gadis cantik jelita. Gadis tersebut adik Tumenggung Laksa gading, dari negara Nusa Gayonggong, namanya Bagendan Sari.
Tak lama kemudian Raden Bungsu minta ijin kepada ibunya untuk pergi ke negara Nusa Gayonggong dengan maksud mencari itri yang sesuai dengan impiannya itu. Ibunya tidak mengijinkannya, selanjutnya melalui ibunya ia minta ijin pada ayahnya. Ayahnya tidak berkeberatan, bahkan merestuinya. Dinasihatkan agar tidak membeda-bedakan orang, kepada siapa saja harus berbuat baik.
Pada waktunya berangkatlah Raden Bagus dengan tujuan ke Nusa Gayonggong, sebelumnya tak lupa ia meminta azimat sepasang pepelik intan dan kantung pusaka.
Dalam perjalannya ia harus menyebrangi sungai Cihaliwung, karena tak ada perahu ia minta kepada Yang Maha kuasa dan kepada ibunya, supaya diberi perahu. Permintaannya dikabulkan. Dengan perahu itu ia menyebrangi sungai tersebut, dan sampailah di seberang sana dengan selamat. Tetapi tak tahu di mana letak negara Nusa Gayonggong itu. Maka terbanglah ia ke mega malang untuk melihat tempat yang dimaksud.
Diceritakan bahwa Tumenggung Laksana gading akan bertapa ke Ujung Kulon. Bagendan Sari ditipkan kepada Gajah Tarunajaya, raja nagara Margacina. Setelah Gajah Taruna Jaya memanggil adiknya yang bernama Palenggi Rarang. Ia minta adiknya itu agar menerima Bagendan Sari sebagai saudaranya sendiri.
Di mega malang Raden Bungsu melihat ada sebuah negara lalu ditanyakan kepada Nyi Meganglanglang Buuk Lenggang Larang Kancana yang sedang bertapa. Dikatakannya bahwa negara yang dilihatnya itu adalah negara Margacina.
Pada suatu waktu Palenggi Girang bermimpikan hujan putih tidak merata, dan banteng putih mengamuk di dalam negara. Menurut ramalan Bagendan sari, mereka akan kedatangan seorang yang tampan. Tak lama sesudah itu Palenggi bermimpi lagi, dalam mimpinya, ada bianglala bergerombol, lembayung bertumpang tindih dan bulan purnama menyinari pangkuannya. Ketika akan ditangkap ia lari. Diramalkannya pula oleh Bagendan Sari bahwa mereka akan menjadi istri seorang ratu bersama-sama.
Setelah diketahui oleh Gajah Taruna Jaya bahwa ia akan kedatangan tamu, maka disuruhnya Lengser mengasingkan Bagendan Sari ke hulu dayeuh, dengan wajah dan tubuhnya dibuat kotor dan menjijikan, dengan maksud  lamaran nanti akan jatuh kepada adiknya, Palenggi Girang.
Raden Bungsu turun ke negara Margacina, dengan terus terang disampaikannya maksud kepada Gajah Taruna Jaya. Segera dipanggilnya Palenggi Girang, tetapi tidak mau datang. Palenggi Girang baru mau memenuhi panggilan kalau tamu tersebut dapat membuat paseban bandung ginatur, pasban kembang kinacancang yang didapat dari Jatijajar.
Dengan pertolongan sang ibu dari surgaloka serta bantuan empat puluh ponggawa, pasban dapat berdiri. Setelah selesai, Gajah Taruna Jaya minta agar sekeliling paseban itu dibuat parit dengan maksud supaya musuh tidak dapat masuk.
Raden Bagus segera memenuhi permintaan Gajah taruna jaya. Siang malam ia bekerja, tetapi selama sembilan bulan bekerja tak ada yang mengirim makanan dan minuman. Baru setelah ia mengingatkan Palenggi Girang dengan ajimat pamuter bumi, datanglah makanan dan minuman. Tetapi begitu dilihat oleh Palenggi Girang keadaan tubuh Raden Bagus yang sangat ruksak, hanya tinggal kulit pembalut tulang, ia menolak mentah-mentah untuk diperjodohkan dengannya. Selanjutnya Raden Bungsu diusir oleh Gajah Taruna Jaya, lalu diantarkan oleh Lengser ke hulu dayeuh tempat Bagendan sari diasingkan. Pakaian keratuan yang dititipkan kepada Gajah Taruna Jaya tak diberikan.
Secara ikhlas Raden Bungsu diterima oleh Bagendan Sari. Tak lama kemudian mereka bersama-sama mandi di sebuah sungai. Sekonyong-konyong wajah mereka berubah ke keadaan semula, sebagai gadis jelita dan pemuda tampan. Setelah itu mereka dikirim pakaian oleh sang ibu dari surgaloka. Akhirnya mereka menikah.
Dari sungai itu mereka pergi menuju alun-alun. Sesampainya di sana, orang-orang keheran-heranan melihat Raden Bungsu dan Bagendan Sari bagaikan sepasang merpati yang berbahagia. Hal itu terdengar oleh Palenggi Girang. Ia ingin kembali kepada Raden Bagus. Keinginanya itu sama sekali tidak disetujui Gajah taruna jaya.
Karena Palenggi Girang bersikeras untuk mendapatkan kembali Raden bagus, maka berundinglah gajah taruna Jaya dengan Lengser. Diputuskannya untuk mengadakan pesta keramaian di alun-alun, dengan harapan Raden Bagus dan Bagendan Sari mau menontonnya. Pertemuan Palenggi Girang dan Raden Bagus dapat kiranya menjadi obat pelipur lara. Tetapi apa yang diharapkannya itu jauh dari kenyataan, karena baik Raden Bagus maupun Bagendan Sari tidak menonton keramaian itu.
Karena usahanya gagal, Palenggi Girang panas hatinya. Ia mengajak untuk mengadu keterampilan menanak nasi. Siapa yang lebih empuk nasi yang ditanaknya itulah yang menang. Jika Bagendan Sari kalah, akan dipenggal lehernya. Ternyata Bagendan Sari yang menang. Selanjutnya perlombaan memintal kanteh dari sebakul kapas dalam waktu semalam, berlomba besar negara, berlomba montok susu, berlomba harum tinja.setelah itu mengadu ketampanan pacar (pacar Palenggi Girang bernama Pamindra Jaya), mengadu kekuatan pacar, mengadu kekuatan Gajah Taruna dengan Raden Bungsu.
Kemenangan selalu diperoleh Bagenda Sari. Ketika berlomba memintal kanteh Bagendan Sari merasa tidak sanggup. Tetapi berkat pertolongan empat puluh pohaci atas suruhan sang ibu di sorgaloka, pekerjaan yang dirasakannya berat itu dapat diselesaikan dalam waktu yang sangat pendek. Begitu pula halnya ketika membuat sebuah negara untuk diperlombakan dengan negara milik Palanggi Girang.
Ketika Gajah taruna Jaya bertarung dengan Raden Bungsu, bagendan Sari tersesat di alun-alun. Di sana Bagendan Sari bertemu dengan Palenggi Girang. Pertengkaran mulut terjadi, dilanjutkan dengan perkelahian. Palanggi Girang merasa terdesak, maka ia pulang mengambil senjata. Ditetakannya senjata itu kepada Bagendan Sari hingga meninggal dunia.
Peperangan antara Gajah Taruna Jaya dengan Raden Bagus belum berakhir. Mereka saling mendesak, saling memukul dan sampailah di alun-alun. Palenggi Girang minta agar peperangan berakhir, karena Bagendan Sari telah mati. Mendengar permintaan Palenggi Girang itu Raden Bagus marah sekali. Palenggi Girang dan Gajah Taruna Jaya dilemparkannya. Karena merasa kewalahan, Gajah Taruna Jaya minta bantuan Gagak taruna Jaya.
Mayat Bagendan Sari dapat dihidupkan kembali oleh Raden Bagus. Setelah itu Bagendan Sari menceritakan kelicikan-kelicikan Palenggi Girang kepada Raden Bagus.
Raden Bagus segera meladeni Gagak Taruna Jaya yang akan mencoba mengadu kekuatan dengannya. Peperangan dahsat sekali. Raden Bagus terdesak, dan dikala lengah kakinya tertangkap oleh Gagak Taruna Jaya, lalu dilemparkan ia kedalam lubang pada sebuah rawa. Ketika Gagak taruna Jaya mencari batu untuk menutupi lubang, Raden Bagus dapat menyelamatkan dirinya.
Karena disangkanya Raden Bagus sudah meninggal, maka Gajah Taruna menyuruh Bagendan Sari menggembalakan kerbau sebanyak dua puluh lima ekor di sebuah hutan. Tetapi pada prakteknya Bagendan Sari tidak perlu mengembalakan kerbau, karena hewan-hewan itu mencari makan dan pulang kekandang tanpa harus digiring-giring.
Lama-lama Raden Bagus merasa bahwa hidupnya tiada berarti, ia memilih lebih baik mati. Ia pergi ke sorgaloka untuk menemui sang ibu. Disampaikannya maksudnya itu. Mula-mula sang ibu menolaknya, akhirnya dikabulkan juga, kemudian Raden Bagus dimasukan ke dalam cupu. Setelah itu dilemparkan dan jatuh pada selembar sirih.
Disebutkan bahwa ada sebuah negara yang bernama Gunung Karanginan. Ponggawanya bernama Tumenggung Yuda nagara dan Tumenggung Yuda Laksana. Adik mereka masing-masing bernama: Rinu Wayangan, Rinu Rarang dan Rinu Kasih.
Pada suatu ketika, ketika putri itu mandi di sungai. Sekembalinya dari sungai, mereka mencari sirih yang jatuh di sebuah kebun. Terlihat oleh mereka ada selembar sirih yang merah lembayung, sinarnya menyilaukan mata. Segera mereka mengambil galah, masing-masing berusaha untuk mendapatkannya. Sirih berhasil dijolok oleh putri bungsu Rinu Kasih. Meskipun dalam perjanjian siapa yang mendapatkan sirih itu, ialah yang berhak memakannya, tetapi karena Rinu Wayangan ingin sekali makan sirih, dengan rela diserahkannya sirih itu kepada Rinu Wayangan.
Setelah Rinu Wayangan makan sirih, mereka kembali ke tempat mereka menenun. Tak lama kemudian Rinu Wayangan ingin makan rujak, lalu dibuatnya bermacam-macam rujak: rujak belimbing, rujak tongtolang (buah nangka yang masih kecil), rujak calingcing.
Ketika hal itu diketahui oleh kakaknya, Yuda Nagra, Rinu Wayangan dimarahinya. Yuda Nagara tahu bahwa adiknya sedang mengidam. Tak lama sesudah itu Rinu Wayangan di usir dari negara, Rinu Wayangan pergi tanpa tujuan yang pasti. Kemudian ia tinggal di sebuah hutan. Untuk melindungi dirinya dari gangguan binatang buas ia masuk ke sebuah luabng pada pohon gintung. Selama sembilan bulan ia tidur di situ, sampai-sampai tak diketahuinya bahwa telah melahirkan bayi. Kelahirannya diketahui oleh sang Ibu di sorgaloka, segera bayi itu diberinya baju; tetapi begitu dipakai sang bayi berubah rupa, ia menjadi lutung.
Ketika bangun, alangkah kagetnya Rinu Wayangan karena perutnya telah kempis. Ia menyangka bahwa bayinya telah dicuri oleh binatang yang ada di hutan itu. Maka diusirnya binatang yang ada di sekitar pohon gintung itu. Semua binatang menjauh, kecuali lutung itu. Lama kelamaan Rinu Wayangan tahu bahwa lutung itu adalah anaknya sendiri (penjelmaan dari Raden Bungsu Karmajaya Undakan Munding Kalangon Sari).
Karena sudah lama tidak mandi, Rinu Wayangan pergi mandi ke sungai dengan diiringi anaknya, karena kesal menunggu ibunya yang sedang mandi, lutung pergi ke negara. Ia ingin sekali bertemu dengan uanya Yuda Nagara dan Yuda Laksana.
Sesampainya ke negara, lutung itu dikejar-kejar oleh orang-orang yang sempat melihatnya, tetapi tiada dapat. Akhirnya kedua uak’nya itu mengetahui juga bahwa lutung yang dikejar-kejar itu adalah kemenakannya, anak Rinu Wayangan.
Pada suatu ketika lutung ingin dilamarkan kepada wanita penggembala di negara Margacina. Permintaannya dikabulkan oleh Yuda Nagara dan Yuda Laksana. Pada waktu yang sudah ditentukan kedua uak’nya dan sejumlah punggawa pergi mengantar lutung melamar Bagendan Sari. Lamaran diterima oleh Bagendan Sari.
Lutung ingin membalas kekejaman Gajah Taruna Jaya dan Palenggi Girang. Ketika mereka sedang tidur, perutnya diolesi tahi kerbau. Setelah mereka bangun, lutung dikepung oleh para prajurit, tetapi tiada dapat.
Pada waktu perkawinan akan dilangsungkan, Yuda Nagara, Yuda Laksana serta para punggawa berpindah dari negara Gunung Karanginan ke hulu dayeuh. Tak lama kemudian mereka bertemu di tengah jalan dengan Gajah taruna Jaya dan Gagak Taruna Jaya. Setelah diketahui bahwa lutung berada dipangkuan Yuda nagra, gajah taruna Jaya dan Gagak taruna Jaya menjadi marah. Kaki lutung ditarik oleh Gajah Taruna jaya, tetapi Yuda Nagara mempertahankannya, yaitu dengan memegang kepala lutung itu. Karena tarikan keduanya sangat kuat, baju lutung menjadi sobek. Semua yang ada disitu merasa aneh dan kaget karena setelah bajunya terbuka lutung berubah menjadi ratu yang sangat tampan.
Baju lutung kemudian digesek-gesekkan oleh Raden Bagus, lalu terjelmalah manusia yang bernama Ki Lembu Halang. Selanjutnya Ki Lembu hlang mengamuk. Gajah Taruna Jaya dan Gagak Taruna Jaya dibunuhnya. Setelah itu Ki lembu Halang menjadi lutung kembali, lalu pulang ke sorgaloka.
Atas permintaan uak’nya, Raden Bagus menceritakan pengalamannya, sejak melamar Palenggi Rarang sampai ia menjadi lutung.
Atas usul Raden Bagus, ketiga punggawa Margacina dihidupkan kembali. Sesudahnya ketiga punggawa itu disuruh memindahkan barang-barang dari negara Margacina ke negara baru. Setelah beres semua, Yuda nagara, Yuda Laksana, Rinu Wayangan, Rinu Rarang dan Rinu Kasih menjemput Bagendan Sari dari kandang kerbau.
Negara yang ada di hulu dayeuh diberi nama Gunung Manglayang. Nama Bagendan Sari diganti dengan nama Arjuna Tapa. Ketiga punggawa, yaitu Gajah taruna Jaya, Gagak Taruna Jaya, dan Pamindra Jaya dijadikan tukang penyabit rumput. Sedangkan Palenggi Girang dijadikan tukang menanak nasi.
Tiga negara yaitu Margacina, Gunung Karanginan dan negara Gunung Manglayang disatukan. Kakak Bagendan Sari yaitu Tumenggung Laksana Gading telah kembali dari Ujung Kulon, tapanya telah selesai.

Sumber ceritera:
Ki Kamal, Lebakwangi Kuningan
1973