Raden Bungsu Karmajaya Undakan Munding Kalangsari adalah bangsawan Pakuan Pajajaran, mimpi bertemu dengan seorang gadis cantik jelita. Gadis tersebut adik Tumenggung Laksa gading, dari negara Nusa Gayonggong, namanya Bagendan Sari.
Tak lama kemudian Raden Bungsu minta ijin kepada ibunya untuk pergi ke negara Nusa Gayonggong dengan maksud mencari itri yang sesuai dengan impiannya itu. Ibunya tidak mengijinkannya, selanjutnya melalui ibunya ia minta ijin pada ayahnya. Ayahnya tidak berkeberatan, bahkan merestuinya. Dinasihatkan agar tidak membeda-bedakan orang, kepada siapa saja harus berbuat baik.
Pada waktunya berangkatlah Raden Bagus dengan tujuan ke Nusa Gayonggong, sebelumnya tak lupa ia meminta azimat sepasang pepelik intan dan kantung pusaka.
Dalam perjalannya ia harus menyebrangi sungai Cihaliwung, karena tak ada perahu ia minta kepada Yang Maha kuasa dan kepada ibunya, supaya diberi perahu. Permintaannya dikabulkan. Dengan perahu itu ia menyebrangi sungai tersebut, dan sampailah di seberang sana dengan selamat. Tetapi tak tahu di mana letak negara Nusa Gayonggong itu. Maka terbanglah ia ke mega malang untuk melihat tempat yang dimaksud.
Diceritakan bahwa Tumenggung Laksana gading akan bertapa ke Ujung Kulon. Bagendan Sari ditipkan kepada Gajah Tarunajaya, raja nagara Margacina. Setelah Gajah Taruna Jaya memanggil adiknya yang bernama Palenggi Rarang. Ia minta adiknya itu agar menerima Bagendan Sari sebagai saudaranya sendiri.
Di mega malang Raden Bungsu melihat ada sebuah negara lalu ditanyakan kepada Nyi Meganglanglang Buuk Lenggang Larang Kancana yang sedang bertapa. Dikatakannya bahwa negara yang dilihatnya itu adalah negara Margacina.
Pada suatu waktu Palenggi Girang bermimpikan hujan putih tidak merata, dan banteng putih mengamuk di dalam negara. Menurut ramalan Bagendan sari, mereka akan kedatangan seorang yang tampan. Tak lama sesudah itu Palenggi bermimpi lagi, dalam mimpinya, ada bianglala bergerombol, lembayung bertumpang tindih dan bulan purnama menyinari pangkuannya. Ketika akan ditangkap ia lari. Diramalkannya pula oleh Bagendan Sari bahwa mereka akan menjadi istri seorang ratu bersama-sama.
Setelah diketahui oleh Gajah Taruna Jaya bahwa ia akan kedatangan tamu, maka disuruhnya Lengser mengasingkan Bagendan Sari ke hulu dayeuh, dengan wajah dan tubuhnya dibuat kotor dan menjijikan, dengan maksud lamaran nanti akan jatuh kepada adiknya, Palenggi Girang.
Raden Bungsu turun ke negara Margacina, dengan terus terang disampaikannya maksud kepada Gajah Taruna Jaya. Segera dipanggilnya Palenggi Girang, tetapi tidak mau datang. Palenggi Girang baru mau memenuhi panggilan kalau tamu tersebut dapat membuat paseban bandung ginatur, pasban kembang kinacancang yang didapat dari Jatijajar.
Dengan pertolongan sang ibu dari surgaloka serta bantuan empat puluh ponggawa, pasban dapat berdiri. Setelah selesai, Gajah Taruna Jaya minta agar sekeliling paseban itu dibuat parit dengan maksud supaya musuh tidak dapat masuk.
Raden Bagus segera memenuhi permintaan Gajah taruna jaya. Siang malam ia bekerja, tetapi selama sembilan bulan bekerja tak ada yang mengirim makanan dan minuman. Baru setelah ia mengingatkan Palenggi Girang dengan ajimat pamuter bumi, datanglah makanan dan minuman. Tetapi begitu dilihat oleh Palenggi Girang keadaan tubuh Raden Bagus yang sangat ruksak, hanya tinggal kulit pembalut tulang, ia menolak mentah-mentah untuk diperjodohkan dengannya. Selanjutnya Raden Bungsu diusir oleh Gajah Taruna Jaya, lalu diantarkan oleh Lengser ke hulu dayeuh tempat Bagendan sari diasingkan. Pakaian keratuan yang dititipkan kepada Gajah Taruna Jaya tak diberikan.
Secara ikhlas Raden Bungsu diterima oleh Bagendan Sari. Tak lama kemudian mereka bersama-sama mandi di sebuah sungai. Sekonyong-konyong wajah mereka berubah ke keadaan semula, sebagai gadis jelita dan pemuda tampan. Setelah itu mereka dikirim pakaian oleh sang ibu dari surgaloka. Akhirnya mereka menikah.
Dari sungai itu mereka pergi menuju alun-alun. Sesampainya di sana , orang-orang keheran-heranan melihat Raden Bungsu dan Bagendan Sari bagaikan sepasang merpati yang berbahagia. Hal itu terdengar oleh Palenggi Girang. Ia ingin kembali kepada Raden Bagus. Keinginanya itu sama sekali tidak disetujui Gajah taruna jaya.
Karena Palenggi Girang bersikeras untuk mendapatkan kembali Raden bagus, maka berundinglah gajah taruna Jaya dengan Lengser. Diputuskannya untuk mengadakan pesta keramaian di alun-alun, dengan harapan Raden Bagus dan Bagendan Sari mau menontonnya. Pertemuan Palenggi Girang dan Raden Bagus dapat kiranya menjadi obat pelipur lara. Tetapi apa yang diharapkannya itu jauh dari kenyataan, karena baik Raden Bagus maupun Bagendan Sari tidak menonton keramaian itu.
Karena usahanya gagal, Palenggi Girang panas hatinya. Ia mengajak untuk mengadu keterampilan menanak nasi. Siapa yang lebih empuk nasi yang ditanaknya itulah yang menang. Jika Bagendan Sari kalah, akan dipenggal lehernya. Ternyata Bagendan Sari yang menang. Selanjutnya perlombaan memintal kanteh dari sebakul kapas dalam waktu semalam, berlomba besar negara, berlomba montok susu, berlomba harum tinja.setelah itu mengadu ketampanan pacar (pacar Palenggi Girang bernama Pamindra Jaya), mengadu kekuatan pacar, mengadu kekuatan Gajah Taruna dengan Raden Bungsu.
Kemenangan selalu diperoleh Bagenda Sari. Ketika berlomba memintal kanteh Bagendan Sari merasa tidak sanggup. Tetapi berkat pertolongan empat puluh pohaci atas suruhan sang ibu di sorgaloka, pekerjaan yang dirasakannya berat itu dapat diselesaikan dalam waktu yang sangat pendek. Begitu pula halnya ketika membuat sebuah negara untuk diperlombakan dengan negara milik Palanggi Girang.
Ketika Gajah taruna Jaya bertarung dengan Raden Bungsu, bagendan Sari tersesat di alun-alun. Di sana Bagendan Sari bertemu dengan Palenggi Girang. Pertengkaran mulut terjadi, dilanjutkan dengan perkelahian. Palanggi Girang merasa terdesak, maka ia pulang mengambil senjata. Ditetakannya senjata itu kepada Bagendan Sari hingga meninggal dunia.
Peperangan antara Gajah Taruna Jaya dengan Raden Bagus belum berakhir. Mereka saling mendesak, saling memukul dan sampailah di alun-alun. Palenggi Girang minta agar peperangan berakhir, karena Bagendan Sari telah mati. Mendengar permintaan Palenggi Girang itu Raden Bagus marah sekali. Palenggi Girang dan Gajah Taruna Jaya dilemparkannya. Karena merasa kewalahan, Gajah Taruna Jaya minta bantuan Gagak taruna Jaya.
Mayat Bagendan Sari dapat dihidupkan kembali oleh Raden Bagus. Setelah itu Bagendan Sari menceritakan kelicikan-kelicikan Palenggi Girang kepada Raden Bagus.
Raden Bagus segera meladeni Gagak Taruna Jaya yang akan mencoba mengadu kekuatan dengannya. Peperangan dahsat sekali. Raden Bagus terdesak, dan dikala lengah kakinya tertangkap oleh Gagak Taruna Jaya, lalu dilemparkan ia kedalam lubang pada sebuah rawa. Ketika Gagak taruna Jaya mencari batu untuk menutupi lubang, Raden Bagus dapat menyelamatkan dirinya.
Karena disangkanya Raden Bagus sudah meninggal, maka Gajah Taruna menyuruh Bagendan Sari menggembalakan kerbau sebanyak dua puluh lima ekor di sebuah hutan. Tetapi pada prakteknya Bagendan Sari tidak perlu mengembalakan kerbau, karena hewan-hewan itu mencari makan dan pulang kekandang tanpa harus digiring-giring.
Lama-lama Raden Bagus merasa bahwa hidupnya tiada berarti, ia memilih lebih baik mati. Ia pergi ke sorgaloka untuk menemui sang ibu. Disampaikannya maksudnya itu. Mula-mula sang ibu menolaknya, akhirnya dikabulkan juga, kemudian Raden Bagus dimasukan ke dalam cupu. Setelah itu dilemparkan dan jatuh pada selembar sirih.
Disebutkan bahwa ada sebuah negara yang bernama Gunung Karanginan. Ponggawanya bernama Tumenggung Yuda nagara dan Tumenggung Yuda Laksana. Adik mereka masing-masing bernama: Rinu Wayangan, Rinu Rarang dan Rinu Kasih.
Pada suatu ketika, ketika putri itu mandi di sungai. Sekembalinya dari sungai, mereka mencari sirih yang jatuh di sebuah kebun. Terlihat oleh mereka ada selembar sirih yang merah lembayung, sinarnya menyilaukan mata. Segera mereka mengambil galah, masing-masing berusaha untuk mendapatkannya. Sirih berhasil dijolok oleh putri bungsu Rinu Kasih. Meskipun dalam perjanjian siapa yang mendapatkan sirih itu, ialah yang berhak memakannya, tetapi karena Rinu Wayangan ingin sekali makan sirih, dengan rela diserahkannya sirih itu kepada Rinu Wayangan.
Setelah Rinu Wayangan makan sirih, mereka kembali ke tempat mereka menenun. Tak lama kemudian Rinu Wayangan ingin makan rujak, lalu dibuatnya bermacam-macam rujak: rujak belimbing, rujak tongtolang (buah nangka yang masih kecil), rujak calingcing.
Ketika hal itu diketahui oleh kakaknya, Yuda Nagra, Rinu Wayangan dimarahinya. Yuda Nagara tahu bahwa adiknya sedang mengidam. Tak lama sesudah itu Rinu Wayangan di usir dari negara, Rinu Wayangan pergi tanpa tujuan yang pasti. Kemudian ia tinggal di sebuah hutan. Untuk melindungi dirinya dari gangguan binatang buas ia masuk ke sebuah luabng pada pohon gintung. Selama sembilan bulan ia tidur di situ, sampai-sampai tak diketahuinya bahwa telah melahirkan bayi. Kelahirannya diketahui oleh sang Ibu di sorgaloka, segera bayi itu diberinya baju; tetapi begitu dipakai sang bayi berubah rupa, ia menjadi lutung.
Ketika bangun, alangkah kagetnya Rinu Wayangan karena perutnya telah kempis. Ia menyangka bahwa bayinya telah dicuri oleh binatang yang ada di hutan itu. Maka diusirnya binatang yang ada di sekitar pohon gintung itu. Semua binatang menjauh, kecuali lutung itu. Lama kelamaan Rinu Wayangan tahu bahwa lutung itu adalah anaknya sendiri (penjelmaan dari Raden Bungsu Karmajaya Undakan Munding Kalangon Sari).
Karena sudah lama tidak mandi, Rinu Wayangan pergi mandi ke sungai dengan diiringi anaknya, karena kesal menunggu ibunya yang sedang mandi, lutung pergi ke negara. Ia ingin sekali bertemu dengan uanya Yuda Nagara dan Yuda Laksana.
Sesampainya ke negara, lutung itu dikejar-kejar oleh orang-orang yang sempat melihatnya, tetapi tiada dapat. Akhirnya kedua uak’nya itu mengetahui juga bahwa lutung yang dikejar-kejar itu adalah kemenakannya, anak Rinu Wayangan.
Pada suatu ketika lutung ingin dilamarkan kepada wanita penggembala di negara Margacina. Permintaannya dikabulkan oleh Yuda Nagara dan Yuda Laksana. Pada waktu yang sudah ditentukan kedua uak’nya dan sejumlah punggawa pergi mengantar lutung melamar Bagendan Sari. Lamaran diterima oleh Bagendan Sari.
Lutung ingin membalas kekejaman Gajah Taruna Jaya dan Palenggi Girang. Ketika mereka sedang tidur, perutnya diolesi tahi kerbau. Setelah mereka bangun, lutung dikepung oleh para prajurit, tetapi tiada dapat.
Pada waktu perkawinan akan dilangsungkan, Yuda Nagara, Yuda Laksana serta para punggawa berpindah dari negara Gunung Karanginan ke hulu dayeuh. Tak lama kemudian mereka bertemu di tengah jalan dengan Gajah taruna Jaya dan Gagak Taruna Jaya. Setelah diketahui bahwa lutung berada dipangkuan Yuda nagra, gajah taruna Jaya dan Gagak taruna Jaya menjadi marah. Kaki lutung ditarik oleh Gajah Taruna jaya, tetapi Yuda Nagara mempertahankannya, yaitu dengan memegang kepala lutung itu. Karena tarikan keduanya sangat kuat, baju lutung menjadi sobek. Semua yang ada disitu merasa aneh dan kaget karena setelah bajunya terbuka lutung berubah menjadi ratu yang sangat tampan.
Baju lutung kemudian digesek-gesekkan oleh Raden Bagus, lalu terjelmalah manusia yang bernama Ki Lembu Halang. Selanjutnya Ki Lembu hlang mengamuk. Gajah Taruna Jaya dan Gagak Taruna Jaya dibunuhnya. Setelah itu Ki lembu Halang menjadi lutung kembali, lalu pulang ke sorgaloka.
Atas permintaan uak’nya, Raden Bagus menceritakan pengalamannya, sejak melamar Palenggi Rarang sampai ia menjadi lutung.
Atas usul Raden Bagus, ketiga punggawa Margacina dihidupkan kembali. Sesudahnya ketiga punggawa itu disuruh memindahkan barang-barang dari negara Margacina ke negara baru. Setelah beres semua, Yuda nagara, Yuda Laksana, Rinu Wayangan, Rinu Rarang dan Rinu Kasih menjemput Bagendan Sari dari kandang kerbau.
Negara yang ada di hulu dayeuh diberi nama Gunung Manglayang. Nama Bagendan Sari diganti dengan nama Arjuna Tapa. Ketiga punggawa, yaitu Gajah taruna Jaya, Gagak Taruna Jaya, dan Pamindra Jaya dijadikan tukang penyabit rumput. Sedangkan Palenggi Girang dijadikan tukang menanak nasi.
Tiga negara yaitu Margacina, Gunung Karanginan dan negara Gunung Manglayang disatukan. Kakak Bagendan Sari yaitu Tumenggung Laksana Gading telah kembali dari Ujung Kulon, tapanya telah selesai.
Sumber ceritera:
Ki Kamal, Lebakwangi Kuningan
1973