Diceritakan bahwa ratu diam seribu bahasa selama seminggu dan pada hari kedelapan tidak makan dan tidak minum. Tak lama ratu menyuruh Lengser memanggil pawarng yang bernama Sinjang Mayang, serta membawa sirih pinang. Sinjang Mayang menyuruh pula Ujung Rarang menyediakan sirih pinang. Setelah siap, ia dengan diiringkan Lengser, Ujung Rarang dan para pengiring pergi menuju keraton.
Di keraton ratu memberitahukan mimpinya, ia bermimpi bertemu dengan orang yang bernama Nimbang Pangeran, tetapi tidak tahu di negara mana ia berada. Disuruhnya mencari dan mendapatkan dukun. Setelah membakar kemenyan, diketahuilah oleh Ujung Rarang bahwa Nimbang Pangaras adalah adik Raden Manggung Limur dari negara Daha. Nimbang Pangaras telah punya pacar yakni Raden Kuntren Mantri Jayangsari dari Pulo Banjaran. Selanjutnya Ujung Rarang menyuruh Patih Bima Manggala pergi ke negara Daha.
Berangkatlah Patih Bima Manggala ke Daha, karena amat jauhnya, ia minta pertolongan dewa yang menguasai siang dan malam. Permintaannya dikabulkan, ia dapat terbang ke Daha, sehingga cepat sampai.
Raja Daha yang bernama Manggung Limur, sedang berada di keraton, sedangkan adiknya Nimbang Pangaras sedang menenun. Ketika sedang menenun terjadi sesuatu yang aneh, karena setiap memasukan benang tenun yang kedelapan kali selalu berhenti. Karena itu ia menghentikan pekerjaannya dan bermaksud pergi ke keraton. Di perjalanan ia bertemu dengan Bima Manggala. Bima Manggala mengemukakan maksudnya, Nimbang Pangaras dapat menyetujui hanya yang menjadi permasalahan adalah pacarnya Kuntren Mantri.
Perbuatan Nimbang Pangaras berbicara dengan Bima Manggala diketahui oleh Kuntren Mantri yang baru pulang bertapa. Amarahnya tidak bisa ditahan. Lalu keduanya diserang dan mati oleh keris kabuyutan. Mayatnya ditutupi dengan daun kelapa sehingga menyerupai gunung kecil.
Kuntren Mantri tetap menyalahkan kakak iparnya Manggung Limur, mengapa sampai kecolongan seperti itu. Berkat keasktian Bima Manggala ia dapat hidup lagi, maka dibawanya Nimbang Pangaras ke negara Tanjung Singguru.
Di negara Daha sedang terjadi pertengkaran antara Kuntren Mantri dengan Manggung Limur. Keduanya bersitegang pada pendiriannya, masing-masing tak mau disalahkan.
Sesudah diketahui bahwa jasad Bima Manggala dan Nimbang Pangaras tidak ada, Kuntren Singguru menyusulnya ke negara Tanjung Singuru. Kuntren Singguru mengamuk. Bima Manggala segera melapor kepada Putra Pagadingan, kakak Nyi Gelang Gading. Selanjutnya terjadilah peperangan antara Putra Pagadingan dengan Kuntren Mantri. Melihat peperangan tidak juga berhenti, maka Sinjang Rarang minta penjara besi kepada Sunan Ibu dan Sunan Rama. Permintaannya dikabulkan. Dimasukanlah Putra Pagadingan dengan Kuntren Mantri ke dalam penjara besi, tetapi mereka terus berkelahi di dalam penjara besi. Masyarakat Tanjung Singuru merasa kesal lalu naik ke atas penjara, dari atas penjara mereka mengencingi kedua orang yang sedang berkelahi itu, akhirnya yang berperang berhenti juga. Lalu mereka mandi di Jamban Larangan, kedua orang itu lalu disunat dan ditiup ubun-ubunnya. Terlihat cahaya keratuan dari masing-masing, akhirnya Kuntren Mantri kembali ke Pulo Banjaran untuk menengok saudaranya Nyi Nayuwangi. Sesampainya disana diajaklah adiknya untuk mengabdi kepada ratu Pakuan. Nayuwangi bersedia, asal ia diijinkan merubah dirinya menjadi nenek-nenk sesampainya di Tanjung Singuru. Permintaannya itu disetujui, bermohonlah mereka kepada Sunan Ibu agar diberi bale kancana untuk dijadikan jembatan kumawula kelak.
Balekancana sgera diterimanya, maka harta benda yang ada dimasukan ke dalam balekancana. Dimintanya pula paungpung angin untuk menerbangkan balekancana.
Setelah sampai di Tanjung Singuru, Nayuwangi menjadikan dirinya seorang nenek, dengan nama Sodongrarang. Nayuwangi yang telah menjadi nenek-nenk lalu diserahkan kepada ratu, mula-mula ditolak, tetapi atas desakan Putri Pagadingan, Bima Manggala dan kakak iparnya Munding Mantri, lebih-lebih setelah Sodongrarang mengeluarkan ajimatnya, diterima juga. Ratu tergila-gila olehnya, kemudian Kuntren Mantri diajaknya menghadap ratu, Sodongrarang kembali menjadi Nayuwangi.
Ratu mengajukan lamaran kepada Nayuwangi melalui surat , surat itu dibalas oleh Nayuwangi, tetapi ditujukan kepada Sinjang Wayang. Isi surat Nayuwangi adalah ingin mengadu kesaktian.
Tak lama kemudian diumumkanlah bahwa akan ada pertandingan adu kecantikan antra Nayuwangi dan Sinjang wayang.
Pada waktunya Nayuwangi pergi ke Tanjung Gresik, tempat akan diadakannya pertandingan kecantikan. Iring-iringan yang akan menuju Tanjung Gresik terhambat oleh iring-iringan yang membawa benda kebuyutan milik Nyi Candra Wulan. Karena itu ratu minta Sodongrarang menyingkirkan benda itu, dengan pertolongan Sunan Ibu benda kabuyutan dapat dimasukan ke dalam cupu manik.
Kecantikan Nayuwangi makin kelihatan, sesudah dilihat oleh Nyi Candrawulan benda kabuyutannya tidak ada, maka disusulnya. Terlihat oleh Nayuwangi, maka dipukulah Nyi Candrawulan oleh barera kancana, nYi candrawulan jatuh mengenai kakaknya Kuda Pamarat Langit, Nyi Candrawulan meninggal.
Kuda Pamarat Langit marah, lalu menantang siapa saja yang ada di negara itu, bersamaan pada waktu itu turun Manggung Limur dari pertapaan. Mendengar orang yang menantang, dilawanlah olehnya. Terjadilah perkelahian antara Kuda Pamarat Langit dengan Manggung Limur. Peperangan berlangsung lama dan tanpa akhir, lalu disuruhlah lengser minta tolong kepada Sodongrarang untuk menghentikan perkelahian tersebut. Kuda Pamarit mau menghentikan peperangan dengan syarat adiknya Nyi Candrawulan dihidupkan kembali. Setelah mendapat petunjuk dari Sunan ibu maka Nayuwangi dan Puhaci Pucuk Lingibun dapat menemukan Nyi Candrawulan dan dihidupkan kembali. Diperjalanan Nayuwangi mendapat titipan surat dari Patih Gada Sitring dari Bungbulang Kuning untuk Patih Bima Manggala.
Sampailah waktu untuk melaksanakan pertandingan kecantikan, pertandingan adu kecantikan berjalan seimbang tidak ada yang kalah. Lalu diadakn pertandingan keterampilan yaitu menaiki benang kanteh. Nimbang Pangaras, Nyi Gelanggading dan Sinjang wayang, masing-masing berhasil naik dua kali, tetapi ketika yang ketiga kalinya gagal. Melihat itu Bima Manggala, memanggil Sodongrarang untuk mencoba menaiki benang kanteh itu. Ia berhasil sampai delapan kali. Pertandingan selanjutnya menaiki keris. Tak ada seorangpun yang berani mencobanya kecuali Sodongrarang. Ia berhasil sampai delapan kali naik, tetapi sesudah itu ia menghilang, namun tidak lama terdengar suara orang mandi di dalam kendi. Setelah tiga kali mandi berubah wujudlah Sodongrarang menjadi Nayuwangi.
Kecantikan Nayuwangi dikatakan seperti bulu menjangan membelit Gunung Pangrawit, memotong gunung Pangrango, tersampir di gununga salak, langit digenggam guriang tujuh.
Negara menjadi subur makmur gemah ripah lohjinawi.
Sumber ceritera:
Ed K.F.Holle, naskah museum pusat jakarta
1858
Tidak ada komentar:
Posting Komentar